Denpasar (ANTARA News) - Hari raya Nyepi merupakan tonggak peringatan penyadaran dharma dan pengendalian diri menuju hati yang teduh, kata akademisi Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Bali, Prof Dr I Made Surada.

"Kegiatan dalam menyambut datangnya hari-hari raya itu semestinya tidak pada segi hura-hura dan kemeriahan, tetapi lebih banyak pada segi filsafatnya," kata dia, Sabtu.

Ia mengatakan, secara "tattwa" atau filsafat sesungguhnya Dewa dan Kala itu bersemayam pula pada diri manusia. Sifat-sifat lembut, tenang, pengasih, dan sebagainya adalah sifat-sifat dewa.

Sebaliknya sifat-sifat keras, bengis kejam dan sebagainya adalah sifat-sifat Kala. Kala harus diteduhkan sehingga yang hadir dalam diri adalah sifat-sifat kedewataan.

Ia menjelaskan, setelah alam suci, Kala teduh, maka timbullah kesepian yang berakibat ketenangan, yang diperoleh dengan berdiam diri.

Umat Hindu mempunyai hari khusus untuk berdiam diri, itulah hari raya Nyepi. Pada hari ini seluruh aktivitas kerja dihentikan.

Dikatakan pula, pelaksanaan Nyepi bersesuaian dengan ajaran Yoga. Yoga mengajarkan mendiamkan gerak-geraknya pikiran yang selalu berkeliaran kemana-mana "Citta v'tti nirodhah".

Dengan mendiamkan gerak-geraknya pikiran, maka Sang Diri akan berada pada dirinya. Pada saat-saat lain, saat melakukan kegiatan sehari-hari, Sang Diri berada diluar dirinya. Ia menyamakan dirinya dengan obyek-obyek indriya.

"Dalam suasana kegelisahan, maka mudahlah kita menguasai diri kita. Maka dari itu patutlah sewaktu-waktu kita mendiamkan diri agar pikiran kita menjadi jernih dan tenang untuk mendapatkan tenaga baru dalam melanjutkan tugas-tugas kita," kata dia.

Lebih dalam lagi, Surada mengungkapkan, Nyepi sebagai hari penemuan sang diri, hal ini akan dapat diwujudkan bila kita benar-benar memiliki dan mengamalkan ajaran agama dengan mantap dan bhakti yang tulus kepadaNya.

Pewarta: IMB Andi Purnomo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017