Jakarta (ANTARA News) - Sebuah "kereta" bermuatan Italia, Belanda, Belgia, Jerman, Luksemburg, dan Prancis resmi diluncurkan 60 tahun lalu dalam Perjanjinan Roma.

Melalui Perjanjian Roma pada tanggal 25 Maret 1957, terbentuklah pasar bebas Masyarakat Ekonomi Eropa yang merupakan cikal bakal Uni Eropa yang kini beranggotakan 28 negara.

Menempuh perjalanan panjang untuk mewujudkan perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan, "kereta" itu tidak lepas dari tantangan, apalagi guncangan terbesar pada tahun 2016.

Keinginan Inggris untuk keluar dari gerbong kereta itu sempat memunculkan pertanyaan pada masa depan organisasi supranasional itu.

Menjelang peringatan ke-60 tahun, kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Charles-Michel Geurts, Uni Eropa mengalami situasi sulit karena sejumlah anggotanya menghadapi berbagai krisis.

Adanya krisis domestik, seperti masalah imigran dan pencari suaka, kata dia, menuntut suatu negara lebih mementingkan melakukan perlindungan untuk negara dan rakyatnya.

"Sulit untuk menjelaskan, negara yang merasa tidak aman memikirkan tantangan negara sehingga menerapkan perlindungan untuk perbatasan," kata Geurts.

Selain itu, terdapat warga negara yang memiliki pandangan berbeda dan rasa nasionalisme yang tinggi sehingga memunculkan proteksionisme.

Meski independen dalam mengatasi masalah domestik, antarnegara anggota Uni Eropa saling tetap terhubung.

Setelah menghadapi krisis yang bermacam-macam, dia yakin akan berlanjut mencari solusi bersama untuk tantangan imigrasi dan perubahan iklim yang tidak bisa diselesaikan secara satu negara.

Dengan pemimpin yang dapat meyakinkan warganya dan menjelaskan situasi, pihaknya merasa optimistis menyambut trek yang akan dijalani.

Pihaknya yakin tantangan-tantangan yang dilalui makin menguatkan integrasi Uni Eropa ke depan, terutama dengan menambah kompetensi dan meningkatkan kekuatan institusi.

Masih relevan

Meski optimistis akan adanya integrasi yang lebih baik, masihkah kereta yang sudah tua dilihat dari usianya relevan pada masa kini?

Ketua Program Studi Eropa Pascasarjana Universitas Indonesia Henny Saptatia mengatakan bahwa Perjanjian Roma sejak 1957 masih relevan sampai sekarang meski dalam perjalanannya terdapat penambahan-penambahan, lebih dari hanya pasar bersama.

Menurut dia, negara-negara anggota memperoleh keuntungan yang lebih dibanding dengan pengorbanan yang harus dibayarkan pada organisasi yang bermarkas di Brussels itu.

Tidak bisa disangkal kini sejumlah negara anggota mengalami krisis, menurut dia, diperlukan pemimpin bertangan dingin untuk menyelesaikan masalah-masalah itu dan mengembalikan kepercayaan pada Uni Eropa.

"Sekarang ini masalahnya lack of leadership. Situasi keadaan ruwet kalau pemimpin tidak meyakinakan bisa bubar jalan," ucap Henny Saptatia.

Generasi muda Eropa, dinilainya juga sudah kehilangan ideologi serta pemahaman mengenai semangat terbentuknya Uni Eropa.

Di situlah pentingnya pemimpin untuk memberikan pencerahan kembali pada ideologi awal terbentuknya organisasi itu dan mendukung kebijakan yang membawa kebersamaan dan integrasi.

Refleksi

Dalam peringatan 60 tahun cikal bakal Uni Eropa, selain krisis perlu juga diingat mengenai solidaritas dalam perbedaan, kebebasan dan kesuksesan yang diraih bersama.

Tantangan selanjutnya mungkin akan lebih berat. Akan tetapi, prinsip-prinsip fundamental yang selama ini dipegang bersama, ada baiknya melangkah ke depan dengan pandangan optimistis.

Seperti Duta Besar Italia untuk Indonesia Vittorio Sandalli yang mengaku optimistis pada masa depan Uni Eropa karena tantangan yang dihadapi beberapa bulan terakhir merupakan kesempatan untuk memperkuat organisasi itu.

"Saya sangat percaya diri dengan mempertimbangkan terisolasi dari dunia sekarang merupakan hal yang kontraproduktif," kata Vittorio Sandalli.

Meskipun beberapa bulan terakhir Uni Eropa menghadapi beberapa tantangan, dalam jangka panjang, menurut Vittorio Sandalli, negara-negara Eropa tidak memiliki alternatif lain selain bersama.

Setelah Brexit, Uni Eropa perlu mengingat kembali perjalanan dari Perjanjian Roma yang awalnya hanya enam negara dan sekarang sudah 28 negara anggota.

Sekarang, tutur Dubes Vittorio, Uni Eropa sedang membangun masa depannya dengan tantangan yang telah dilalui untuk menguatkan hubungan politik.

"Sekarang opini publik terarah pada menguatkan mekanisme dan menemukan perspektif baru untuk perkumpulan ini," ucap Dubes Vittorio.

Optimismenya juga berdasarkan posisi Uni Eropa yang telah dipertimbangankan sebagai organisasi paling berpengalaman dalam hubungan internasional.

Sepanjang sejarah, tidak ada contoh organisasi yang dapat menyamai Uni Eropa.

Walaupun sekarang negara-negara anggota menunjukkan performa berbeda yang memungkinkan timbulnya kekhawatiran, Italia tetap mengusung semangat Perjanjian Roma pada tahun 1957.

"Italia sebagai salah satu dari enam pendiri UE terus semangat dan mendukung," kata Dubes Vittorio.

(T.D020/D007)

Oleh Dyah Dwi Astuti
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017