Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha memberikan rekomendasi untuk membantu pemerintah menyelesaikan masalah industri jasa transportasi, khususnya pengaturan taksi online dan taksi konvensional.

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, mengatakan pihaknya menggelar rapat internal yang menghasilkan sejumlah saran dan pertimbangan yang diharapkan dapat ditindaklanjuti pemerintah.

"Hasil analisis kami terkait dengan revisi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016, KPPU mendukung pemerintah untuk menetapkan pengaturan yang menjamin kesempatan berusaha yang sama semua pelaku usaha penyedia jasa angkutan taksi," kata dia.

KPPU meminta pemerintah menghapus kebijakan penetapan batas bawah tarif yang selama ini diberlakukan untuk taksi konvensional dan sebagai gantinya pemerintah mengatur penetapan batas atas tarif.

Menurut Syarkawi, penetapan tarif batas bawah akan berdampak pada inefisiensi di industri jasa angkutan taksi secara keseluruhan dan bermuara pada mahalnya tarif untuk konsumen.

Tarif batas bawah juga menghambat inovasi untuk meningkatkan efisiensi industri jasa transportasi, lebih jauh batas bawah tarif dapat menjadi sumber inflasi.

"Regulasi batas atas dapat menjadi pelindung bagi konsumen dari proses eksploitasi pelaku usaha taksi yang strukturnya bersifat oligopoli," ucap dia.

Selanjutnya, KPPU menyarankan pemerintah agar tidak mengatur kuota atau jumlah armada taksi konvensional dan online yang beroperasi di suatu daerah.

Penentuan jumlah armada untuk pelaku usaha angkutan diserahkan kepada mekanisme pasar sehingga setiap pelaku usaha akan menyesuaikan jumlah armada sesuai kebutuhan konsumen.

Namun, pemerintah selaku regulator harus mengawasi secara ketat pemegang lisensi jasa angkutan dan tegas memberikan sanksi berupa pencabutan izin operasi untuk menjaga kinerja operator taksi konvensional dan berbasis aplikasi online untuk memenuhi standar pelayanan minimal.

Terakhir, KPPU menyarankan pemerintah menghapus kebijakan surat tanda nomor kendaraan (STNK) taksi online yang diharuskan atas nama badan hukum.

"Kewajiban STNK kendaraan taksi online atas nama badan hukum memiliki makna pengalihan kepemilikan dari perseorangan kepada badan hukum," kata dia.

Syarkawi mengatakan pemerintah sebaiknya mengembangkan regulasi yang dapat mengakomodasi sistem taksi online dengan badan hukum koperasi yang asetnya dimiliki oleh anggota untuk memberikan ruang untuk masyarakat yang ingin berusaha dalam industri taksi online.

"Pemerintah seharusnya melihat sebuah peluang untuk mengembangkan sharing economy dari taksi online ini, dengan mengubah tatanan di mana pelaku perseorangan bisa masuk ke dalam industri," ujar dia.

(D020/B015)

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017