Tokyo (ANTARA News) - Pengadilan banding Jepang pada Selasa (28/3) memutuskan bahwa sepasang reaktor nuklir yang pengoperasiannya dihentikan oleh perintah pengadilan yang lebih rendah bisa diaktifkan kembali, memenangkan kebijakan energi Perdana Menteri Shinzo Abe.

Jepang menutup semua reaktornya setelah krisis nuklir Fukushima pada 2011, mengandalkan bahan bakar fosil impor untuk menggerakkan perekonomian mereka. Karena penentangan publik, hanya segelintir reaktor nuklir yang telah diaktifkan kembali sejak saat itu.

Namun, Perdana Menteri Shinzo Abe berulang kali mengatakan bahwa Jepang, negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia, membutuhkan tenaga nuklir dan berusaha keras agar beberapa reaktor dapat dioperasikan kembali meski warga mengkhawatirkannya.

Dalam putusan Selasa, Pengadilan Tinggi Osaka di Jepang barat mencabut perintah pengadilan rendah yang memaksa kedua reaktor itu untuk ditutup karena masalah keselamatan.

Reaktor yang dipermasalahkan adalah reaktor No.3 dan No.4 di pembangkit nuklir Takahama di Prefektur Fukui, sekitar 350 kilometer bagian barat Tokyo.

Pengadilan distrik di Kota Otsu dekat Fukui pada Maret tahun lalu memerintahkan Kansai Electric Power (KEPCO) untuk menangguhkan operasi mereka, mendorong utilitas tersebut mengajukan banding.

KEPCO memuji keputusan pembatalan perintah tersebut, mengatakan bahwa langkah yang dibuat pengadilan rendah "kurang logis".

"Perusahaan kami, dengan tetap menjadikan keamanan sebagai prioritas kami, akan mencoba meyakinkan prefektur Fukui serta warga setempat saat kami mulai mengaktifkan kembali" reaktor tersebut, kata KEPCO dalam pernyataan yang dikutip kantor berita AFP.

Pemerintah Prefektur Fukui, tempat industri pembangkit nuklir menjadi pemberi kerja utama, menyetujui pengaktifan kembali reaktor sebelum perintah penonaktifan yang dipicu kekhawatiran warga di prefektur tetangga Shiga.

Namun kecelakaan crane di pembangkit Takahama pada Januari mendorong prefektur meminta KEPCO meninjau kembali keamanannya.

Yoshihide Suga, juru bicara pemerintah, enggan berkomentar langsung tentang putusan pengadilan, namun mengatakan bahwa pemerintah tetap menerapkan kebijakan penggunaan energi nuklir selama reaktor memenuhi standar keselamatan nasional.

Belum jelas apakah penggugat akan mengajukan banding terhadap keputusan itu, tapi di luar pengadilan mereka mengatakan hakim gagal mempertimbangkan harapan mereka yang hidup di dekat reaktor.

"Keputusan tidak adil yang mengabaikan pendapat publik nasional, regional" demikian tulisan pada spanduk yang mereka bentangkan setelah keputusan itu. Tulisan yang lain berbunyi "Kelalaian peradilan yang mengabaikan keinginan warga"

Aktivis anti-nuklir juga mengecam keputusan itu.

"Penjungkirbalikan keputusan itu tidak sepenuhnya tak diperkirakan dalam sistem hukum Jepang yang sangat ramah nuklir, ini membuka jalan bagi KEPCO untuk mengoperasikan lagi reaktor yang punya masalah keamanan serius yang belum terpecahkan," kata Kendra Ulrich dari Greenpeace Jepang dalam satu pernyataan. (kn)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017