Jakarta (ANTARA News) - Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Polri menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) mengenai kerja sama pemberantasan korupsi yang merupakan pembaruan dari nota kesepahaman ketiga lembaga pada 2016.

"MoU ini pembaruan dari MoU kami yang lama pada 2016, yang akan habis masa berlakunya, sehingga harus diperbarui hari ini dan akan berlaku hingga Maret 2019," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Mabes Polri, Jakarta, Rabu.

Nota kesepahaman itu antara lain menyebutkan bahwa bila salah satu pihak memanggil personel yang sedang dalam penanganan pihak lainnya, maka pihak yang melakukan pemanggilan harus memberitahu pemimpin pihak yang menangani personel itu.

Selain itu, bila salah satu pihak melakukan penggeledahan, penyitaan, atau memasuki kantor pihak lainnya, maka pihak yang melakukannya harus memberitahu pemimpin pihak yang menjadi objek dilakukannya tindakan tersebut, kecuali dalam operasi tangkap tangan.

Nota kesepahaman juga menyebutkan bahwa ketiga pihak akan bekerja sama dalam sosialisasi, pendidikan dan pelatihan terkait upaya pemberantasan korupsi.

Agus mengatakan perbedaan nota kesepahaman yang baru dengan yang sebelumnya antara lain berkenaan dengan adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Elektronik (e-SPDP).

"Jadi SPDP ini nantinya akan online supaya di tingkat pusat, baik KPK, Polri dan Kejagung punya data dan info yang sama terkait penanganan Tipikor di seluruh Indonesia," katanya.

Dalam MoU yang lama, pertukaran informasi mengenai penyidikan kasus antara ketiga lembaga masih dilakukan secara manual.

Ia menambahkan bahwa tiga pejabat telah ditunjuk sebagai penghubung untuk melaksanakan nota kesepahaman ini, yakni Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi dari KPK, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Pada Jaksa Agung Pembinaan Kejaksaan RI, dan Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri.

"Tiga pejabat ini yang akan memonitor jalannya e-SPDP," katanya.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan penandatanganan nota kesepahaman itu dilakukan agar ketiga lembaga bisa saling mendukung dalam kerja penegakan hukum.

"KPK punya kelebihan dalam kewenangan, dia bisa menggeledah, menyita, memanggil, menyadap, memeriksa. Sementara kalau Polri dan Kejaksaan perlu izin dari pihak yang punya kewenangan. Ketika menyita, harus izin pengadilan. Ketika memeriksa pejabat, harus izin sesuai UU," katanya.

"Polisi dan Kejaksaan punya jaringan luas hingga ke daerah, sementara KPK cuma ada di pusat. Dengan MoU ini, saling melengkapi kewenangan dan mengisi keterbatasan sehingga penanganan korupsi bisa lebih intensif," ujar Prasetyo.

Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan kerja sama itu akan meningkatkan kemampuan negara dalam menangani kasus-kasus korupsi.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017