Jakarta (ANTARA News) - Kementerian BUMN memberhentikan Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero) Muhammad Firmansyah Arifin tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pembayaran "fee agency" atas penjualan kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) antara PT PAL dengan pemerintah Filipina.

"Sore ini, Dewan Komisaris PT PAL telah mengambil keputusan untuk memberhentikan Dirut PAL yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media Fajar Harry Sampurno kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Menurut Harry Kementerian BUMN menghargai yang dilakukan KPK dan mengikuti dengan seksama perkembangan kasus tersebut.

"Sebagaimana telah menjadi "policy zero tolerance", KBUMN telah menyampaikan surat kepada Dekom PAL untuk meningkatkan pengawasan dan mengambil tindakan sehubungan dengan isu dan berita soal ini," tegas Harry.

Ia menambahkan pihaknya juga mengingatkan semua jajaran di BUMN untuk tidak melakukan hal-hal yang melanggar ketentuan, apalagi korupsi.

"Manajemen harus memperketat pengawasan dan secepatnya memberikan tindakan tegas semua tersangka dan memprioritaskan kestabilan serta menjaga citra perusahaan," katanya.

"Prioritas Kementerian BUMN selain menegakkan hukum, juga memastikan bahwa operasional perusahaan tetap berjalan khususnya terkait dengan citra dengan mitra-mitra dalam dan luar negeri," tegasnya.

Pada Kamis (30/3), KPK melakukan OTT terhadap sejumlah pejabat PAL. Selain Dirut Muhammad Firmansyah Arifin, juga menangkap Direktur Keuangan PAL Saiful Anwar, General Marketing Treasury PAL Arief Cahyana, serta Agus Nugroho (swasta), dan AS Incorporation (swasta).

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di kantor KPK Jakarta Jumat mengatakan setelah melakukan pemeriksaan 1 x 24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya penerimaan janji atau hadiah terhadap penyelenggara negara dan meningkatkan status ke penyidikan dan menetapkan empat orang menjadi tersangka.

Firmansyah dan petinggi PAL lain diduga menerima 1,25 persen dari total penjualan dua SSV senilai 86,96 juta dolar AS atau 1,087 dolar yaitu sekitar Rp14,476 miliar.

"Pada 2014, PT PAL menjual dua unit kapal perang SSV kepada instansi pemerintah Filipina senilai 86,96 juta dolar AS. Perusahaan yang bertindak sebagai agen penjualan kapal SSV itu AS Incorporation. Dari nilai kontrak tersebut, AS Incorporation mendapatkan 4,75 persen atau sekitar 4,1 juta dolar AS yang diduga sebagai fee agency," ungkap Basaria.

"Dari jumlah tersebut terdapat alokasi untuk pejabat PT PAL sebesar 1,25 persen sedangkan sisanya 3,5 persen untuk AS Incorporation. Fee dibayar dengan tiga tahap pembayaran, tahap pertama terjadi Desember 2016 sejumlah 163 ribu dolar AS dan selanjutnya ada penyerahan 25 ribu dolar AS dalam OTT kemarin," jelas Basaria.

Terhadap Firmansyah, Arif dan Saiful disangkakan pasal pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan terhadap Agus disangkakan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat satu tahun dan lama lima tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017