Lampu berbentuk huruf A setinggi hampir dua meter berdiri tegak di pintu masuk kafe "Lots and Found" di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, 23 Februari 2017. Garis tengah huruf A itu bertulisan Go Ahead - slogan merek rokok A Mild.

Logo yang sama terlihat saat memasuki area konser, bahkan disertai layar yang terus memutar iklan A Mild dengan slogan barunya "Nanti Juga Lo Paham".

Logo-logo merek rokok semacam itu lazim terlihat pada acara musik berskala kecil maupun besar sejak 2006, saat perusahaan-perusahaan rokok rutin menjadi penyokong pertunjukan musik reguler di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

Di Jakarta, acara-acara pertunjukan semacam itu juga berlangsung di kafe-kafe kawasan Kemang hingga lapangan parkir Senayan.

Bagi penyelenggara, menyertakan pesan dari sponsor rokok merupakan konsekuensi wajib kalau mereka memang menjalin kerja sama dengan perusahaan rokok.

Dalam komunitas seni ada yang menganggap sponsor rokok dalam acara seni laksana buah simalakama.

Sebagian kalangan memandang negatif sponsor perusahaan rokok, namun tidak banyak pula produsen produk lain yang dengan gampang bersedia memberikan dukungan dana untuk pergerakan budaya alternatif.

Tak dimungkiri, ketika bekerja sama dengan perusahaan rokok, maka mereka akan meminta pemajangan logo rokok dan mengerahkan Sales Promotion Girl (SPG) untuk menawarkan produk mereka kepada penonton di area pertunjukan.

Cara promosi seperti itu memang mengganggu estetika acara. Komunitas seni yang memilih bekerja sama dengan mereka menyiasatinya dengan selalu berusaha berkompromi dengan sponsor agar kerja sama berjalan tanpa ada yang merasa terganggu.

Oleh karena itu, agar kerja sama tidak sampai mengganggu estetika acara, ada yang mensyaratkan batasan dalam pemasangan spanduk dan ornamen logo rokok. Ada pula yang memilih kerja sama tidak penuh.


Dana segar

Kucuran dana segar yang ditawarkan perusahaan rokok memang besar. Semakin banyak jumlah penonton yang ditargetkan penyelenggara datang ke acara, semakin besar pula dana yang dikucurkan.

Kucuran dana dari perusahaan-perusahaan rokok relatif lebih besar jika dibandingkan dengan produsen produk lain yang mulai mendekati komunitas independen.

Meski demikian, komunitas seni yang memilih bekerja sama dengan perusahaan rokok menyatakan tidak semata bergantung pada dukungan mereka karena selama ini masih ada dukungan dari galeri dan kolektor.

Keuntungan dari bekerja sama dengan perusahaan rokok hanya menjadi tambahan dari kemitraan-kemitraan yang sudah mereka jalin dengan pemerintah atau dewan kesenian.

Dan komunitas yang bekerja sama dengan perusahaan rokok tidak berusaha mempengaruhi komunitas lain. Mereka menghargai pilihan komunitas yang lain, termasuk yang menolak kerja sama dengan perusahaan rokok.


Menuai kritik

Selain kolektif seni Ruangrupa, ada kelompok musik Efek Rumah Kaca (ERK) yang punya pengalaman bekerja sama dengan perusahaan rokok.

Konser tunggal mereka "Pasar Bisa Dikonserkan" di Bandung pada 18 September 2015 menuai kritik  penggemar karena disokong oleh produsen rokok.

Saat acara dibuka, penonton harus menyaksikan iklan rokok berulang-ulang di layar yang ada di panggung, bahkan pada jeda penampilan mereka.

Kehadiran rokok sebagai sponsor juga membuat seorang anak yang datang bersama orangtuanya tidak dapat masuk.

Sehari setelah kejadian tersebut, band yang dipenggawai oleh Cholili, Adrian, dan Akbar itu menyampaikan permintaan maaf kepada penonton.

"Efek Rumah Kaca meminta maaf yang besar kepada para sahabat dan penonton yang kurang puas atau kecewa dengan penyelenggaraan 'Pasar Bisa Dikonserkan'. Semoga kami dapat memperbaikinya pada kesempatan berikutnya," tulis Efek Rumah Kaca di laman resmi mereka.

Menurut drummer ERK Akbar Bagus Sudibyo, insiden saat konser ERK di Bandung terjadi karena sumber daya manusia di lapangan kurang siap.

"Belajar dari kejadian di Bandung, ternyata lebih ke SDM di lapangan yang kurang siap, dan kami enggak ada masalah dengan sponsor rokoknya," kata Akbar saat dihubungi Antara.

ERK memang beberapa kali bekerja sama dengan produsen rokok dan selama ini mereka merasa tidak ada masalah dengan hal itu.

Kerja sama dengan perusahaan rokok, menurut dia, memberi band dana segar untuk produksi dan promosi besar.

"Pihak sponsor sudah memiliki titik pemasangan promosi yang strategis, seperti di billboard dan halaman di majalah yang mungkin sulit dijangkau apabila tidak bekerja sama dengan sponsor tertentu. Meski harus menyantumkan nama sponsor di berbagai media promosi, bahkan hingga ke artistik panggung dan jalannya acara konser," kata dia.

Setelah "Pasar Bisa Dikonserkan", pada 2016 ERK menggelar konser tunggal "Sinestesia" di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki tanpa sponsor.

"Pada konser Sinestesia memang kami ingin menggelarnya sendiri dengan dibantu banyak pihak dan SDM yang lebih baik," kata Akbar.

Menyelenggarakan konser secara mandiri, ia mengatakan, membuat band leluasa menentukan apa yang ingin dilakukan, mulai dari konsep konser, desain panggung dan rencana promosi sesuai keinginan mereka tanpa intervensi dari pihak lain.

Namun penyelenggara harus mencari dana dari penjualan tiket, cindera mata hingga merogoh kocek pribadi atau band untuk menyelenggarakan konser.


Aksi sponsor

Lewat surat elektronik, PT HM Sampoerna Tbk. sebagai produsen rokok A Mild menyatakan bahwa dalam mensponsori acara seni dan komunitas seni independen perusahaan telah mematuhi peraturan yang berlaku, termasuk Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 yang antara lain mengatur iklan, promosi dan sponsor produk tembakau.

Kepala Urusan Fiskal dan Komunikasi PT HM Sampoerna Elvira Lianata menjelaskan perusahaan hanya melibatkan diri dalam kegiatan promosi untuk orang-orang berusia 18 tahun ke atas.

Menurut dia, komitmen untuk melakukan promosi hanya pada mereka yang berusia 18 tahun ke atas dikomunikasikan dan dijalankan ketika bermitra dengan pihak lain.

"Salah satu contohnya adalah kegiatan yang berkaitan dengan seni musik, visual, fesyen dan fotografi, di mana para peserta yang berpartisipasi dalam kegiatan ini berkesempatan menampilkan karya mereka melalui website kegiatan kami maupun dipamerkan dalam ajang seni di beberapa kota di Indonesia," kata dia.

"Sebelum melakukan penawaran untuk membeli produk tembakau, tim penjualan dalam kegiatan tersebut wajib menanyakan apakah mereka perokok," kata dia.

Perusahaan, menurut dia, juga menjalankan program Pencegahan Akses Penjualan Rokok bagi Anak (PAPRA) bekerja sama dengan mitra peritel.

Program PAPRA telah dilaksanakan sejak Oktober 2013 melalui penempatan stiker, wobbler, tent card, dan iklan LCD yang memuat pesan tentang pelarangan penjualan rokok kepada anak.

Hingga akhir tahun 2016, Sampoerna telah bekerja sama dengan 32.300 peritel yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bogor, Surabaya, dan Bali untuk menjalankan program itu.

"Sebagai bagian dari program PAPRA, Sampoerna juga memberikan sesi edukasi kepada pemilik dan pekerja toko agar tidak menjual rokok kepada mereka yang belum berusia 18 tahun," kata dia.



Oleh Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017