... sekolah menjadi korban...
Jakarta (ANTARA News) - Perubahan mekanisme penyaluran Bantuan Operasional Sekolah membawa konsekuensi, salah satunya ada kepala sekolah yang sampai berhutang untuk menyukseskan proses belajar--mengajar, termasuk dalam persiapan penyelenggaraan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2017. 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengakui hal itu, di Jakarta, Rabu. 

Laporan Federasi Serikat Guru Indonesia menyebut terjadi keterlambatan dana BOS di Tasikmalaya dan Garut, Jawa Barat. 

Akibatnya kepala sekolah berhutang kepada pihak ketiga untuk menyelenggarakan UNBK 2017.

Harga serveryang mahal, pengadaan jaringan internet pita lebar memadai juga tak murah, belum lagi penyediaan laptop untuk memenuhi ketentuan satu komputer untuk tiga siswa.

"Dana sekolah yang terbatas lebih diperparah dengan dana BOS belum cair atau diterima sekolah, sehingga banyak kepala sekolah terpaksa mencari hutangan," kata Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listyarti. 

Secara terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hamid Muhammad, menyatakan, "Jadi memang ada mekanisme penyaluran baru dari Kementerian Dalam Negeri. Dana BOS yang dulu adalah hibah jadi belanja langsung sehingga sekarang terjadi penyesuaian."

Perubahan itu menyebabkan penyaluran dana BOS yang diperuntukkan bagi sekolah negeri jadi terhambat. Ini berbeda dengan sekolah swasta.

"Mekanismenya jadi lebih panjang. Kalau dulu, dari pusat ke provinsi lalu ke sekolah. Tetapi kalau sekarang dari pusat ke provinsi, nach untuk pencairannya sekolah harus mengajukan dulu mau digunakan untuk apa," kata dia.

Menurut dia, dana BOS sudah ada di provinsi. Namun pengaturan dari Kementerian Dalam Negeri baru selesai pada pertengahan Februari, sementara petunjuk teknis BOS sudah selesai sejak awal Desember 2016.

"Kalau swasta sudah beres semua, kalau negeri belum semuanya cair dana BOS. Saat ini, yang sudah cair baru delapan provinsi saja, sisanya belum," kata Muhammad.

Hal yang turut menyumbang adalah pergantian banyak kepala dinas pendidikan di daerah. Jumlahnya diperkirakan hampir separuh dari seluruh kepala dinas pendidikan di provinsi, kabupaten, dan kota, yang sudah ditatar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang aturan baru itu. 

"Akibatnya sekolah menjadi korban,"cetus dia.

Pewarta: Indriani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017