Tidak benar yang mulia, tidak pernah dengar istilah mengawal
Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Setya Novanto yang biasa disapa Setnov membantah menerima uang dari proyek KTP-Elektronik (KTP-E), sekaligus membantah ikut mengawal penganggaran pengadaan KTP-E di DPR.

"Ada hiruk pikuk e-KPT karena ada pembagian uang dan Anda bagian orang yang mengawal proyek ini?" tanya Ketua Majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

"Tidak ada, tidak benar," jawab Setnov yang menjadi saksi untuk dua terdakwa --mantan Direktur Jendera Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

"Anda yakin tidak terkait dengan bagian uang e-KTP?" tanya Jhon lagi.

"Tidak benar," jawab Setnov,

"Sama sekali tidak pernah terima atau terkait uang proyek e-KTP?" ulang Jhon.

"Betul, yakin," jawab Setnov.

Jhon kali ini berkata, "Saya ingatkan Anda sudah bersumpah."

"Betul sesuai sumpah saya," jawab Setnov.

"Bagaimana kalau fraksi yang Anda pimpin diharapkan dapat mengawal proyek e-KTP?" tanya hakim Jhon.

"Tidak benar yang mulia, tidak pernah dengar istilah mengawal," jawab Setnov.

"Pernah memberikan instruksi tertentu ke anggota partai?" tanya hakim Jhon.

"Tidak pernah," jawab Setnov.

Padahal dalam dakwaan yang disusun JPU KPK, Setnov adalah salah satu pihak yang berperan dalam pengadaan KTP-E bertotal anggaran Rp5,95 triliun itu.

Dalam dakwaan jaksa, di antara peran Setnov adalah menghadiri pertemuan di Hotel Gran Melia pada 2010 yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini. Pada pertemuan itu Setnov menyatakan mendukung pembahasan anggaran proyek penerapan e-KTP.

Selanjutnya pada Juli-Agustus 2010 saat DPR mulai membahas Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas Urbaningrum, Nazaruddin karena dianggap mewakili Partai Demokrat dan Golkar yang dapat mendorong Komisi II menyetujui e-KTP.

Masih menurut dakwaan jaksa, proses pembahasan akan dikawal Fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri. Sebagai imbalan, Setnov dan Andi Agustinus mendapat 11 persen atau Rp574,2 miliar, sedangkan Partai Golkar Rp150 miliar.

Selain Irman dan Sugiharto, KPK juga sudah menetapkan Andi Agustinus dan mantan anggota Komisi II dari Fraksi Hanura Miryam S. Haryani sebagai tersangka dalam perkara ini.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017