Jakarta (ANTARA News) - PT Bank Central Asia Tbk masih menunggu penilaian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk perlu atau tidaknya menerbitkan instrumen obligasi yang dapat dikonversi menjadi tambahan modal, sebagai rencana aksi bank sistemik dalam mencegah krisis perbankan.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja di Jakarta, Kamis mengatakan saat ini rasio kecukupan modal inti (Capital Adequacy Ratio/CAR) BCA sudah sebesar 21,9 persen atau jauh di atas ketentuan CAR bank sistemik, yang menurut Jahja, sebesar 18 persen.

Maka dari itu, BCA masih menunggu penilaian dari OJK untuk kebutuhan penerbitan obligasi atau produk investasi lain sebagai cadangan tambahan modal.

"Tergantung ketentuan, kalau tidak ada keharusan, ya kita tidak mau (menerbitkan obligasi untuk konversi), karena itu mahal. tapi kalau ada ketentuan begitu ya kita akan patuhi," ujar dia.

BCA juga masih menyusun rencana aksi (recovery plan) yang diminta OJK paling lambat diserahkan pada akhir Desember 2017.

Sesuai Peraturan OJK (POJK) 15/3/2017, bank sistemik diwajibkan menyusun rencana aksi untuk mencegah dan menangani krisis keuangan.

Dalam POJK tersebut, OJK meminta pemegang saham pengendali atau pihak lain untuk memperkuat modal bank sistemik. Salah satu caranya, bank sistemik perlu mengkonversi utang atau investasi tertentu untuk menjadi tambahan modal bank sistemik apabila bank tersebut mengalami permasalahan solvabilitas yang mengganggu atau membahayakan kelangsungan usahanya.

"Sehubungan dengan hal tersebut bank sistemik diwajibkan memiliki instrumen utang atau investasi yang memiliki karakteristik modal, dan syarat ini harus dipenuhi paling lambat 31 Desember 2018," tulis OJK dalam POJK tersebut.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon, pengaturan untuk menerbitkan instrumen utang atau investasi tertentu yang dapat dikonversi tersebut, akan sangat bergantung penilaian berkala oleh OJK kepada bank sistemik.

Jika bank sistemik, kata Nelson, dinilai memiliki modal dan cadangan modal yang kuat untuk menangani permasalahan solvabilitas, terdapat kemungkinan bank tersebut tidak perlu menerbitkan instrumen utang atau investasi tertentu untuk konversi menjadi penambah modal.

"Jadi tergantung hasil assessment. Kalau modal intinya besar, kalau ada asessment masalah, modal itu masih bisa melindungi dia, maka membentuk utang yang dikonversi itu tidak terlalu perlu," ujar dia.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017