Jakarta (ANTARA News) - Menjadi pengisi suara untuk film animasi Disney bukan hal mudah. Dan dulu Denis Setiano hanya kuda hitam dalam audisi pengisi suara Mickey Mouse Indonesia. 

Namun akhirnya peran mengisi suara karakter ikonik ciptaan Walt Disney itu jatuh ke tangannya. Satu dekade sudah berlalu sejak dia menjadi penyulih suara kekasih Minnie Mouse itu.

"Bagi seorang dubber, bisa mengisi salah satu karakter yang dikenal semua orang, dan masih dipakai sampai sekarang, bangganya luar biasa," kata Denis kepada ANTARA News.

"Apalagi Disney satu negara satu dubber (setiap karakter)," kata penyulih suara yang juga mengisi suara Piglet di Winnie The Pooh itu.

Pria 39 tahun itu menuturkan bahwa perwakilan Disney dari Amerika juga hadir saat ia mengikuti audisi. Pada hari itu juga mereka menentukan siapa yang terpilih menyulih suara Mickey Mouse.

Selain harus bisa menciptakan suara yang serupa dengan Mickey versi Amerika Serikat, para penyulih suara juga harus bisa menyanyi menggunakan suara tikus terkenal itu.

Beruntungnya, menyanyi bukan hal sulit bagi Denis, yang pernah menjadi peserta kompetisi menyanyi Asia Bagus, ajang pencarian bakat era 90-an.

Sebagai penyulih suara terpilih, Denis bisa menjadi pengisi suara Mickey Mouse sampai kapan pun selama tidak ada pelanggaran kontrak.

Di negara asalnya, pengisi karakter Disney bisa bertahan lama. Salah satunya Wayne Allwine, yang menyulih suara Mickey Mouse sejak 1983 hingga akhir hayatnya pada 2009.




Berawal dari telenovela

Denis, yang pernah jadi penyiar radio KBR, mencicipi dunia sulih suara lewat peran Nandito di telenovela "Maria Cinta Yang Hilang" pada pertengahan 90-an.

Dia juga pernah mencicipi rasanya menjadi penyulih suara untuk tayangan India, Thailand hingga Korea Selatan. Seperti apa bedanya?

Ia mengatakan bahwa dialog Thailand dan Indonesia diucapkan dalam kecepatan serupa, sementara dalam telenovela dialognya lebih panjang serta diucapkan lebih cepat.

"Kalau India, ngomong sedikit banyak joget. Paling enak Korea, sedikit ngomong, lebih banyak tatap-tatapan," seloroh Denis.

Transisi dunia sulih suara dari analog ke digital turut dirasakan oleh penyuka wisata kuliner itu.

Sebelum sulih suara memanfaatkan teknologi, proses menyulih suara biasa dilakukan beberapa orang sekaligus dalam satu waktu. 

Tak jarang anak kemarin sore dalam dunia ini harus berhadapan langsung dengan para penyulih suara senior.

Pada masa itu, proses menyulih suara dapat menguras emosi karena satu kesalahan kecil bisa membuat semua orang harus mengulang proses dari awal.

"Tapi itu jadi cambukan dan gemblengan. Teknologi yang minim membuat skill terasah," kata pria yang mendalami ilmu Komunikasi Massa di Universitas Prof. Dr. Moestopo itu.

Model sulih suara seperti itu juga membuat para penyulih suara menjadi lebih akrab satu sama lain karena sering bersua.

Setelah era digital tiba, para penyulih suara bisa bekerja sendiri-sendiri. Tantangan pada masa ini adalah "menyambungkan emosi" antar karakter yang pada kenyataannya tidak bertatap muka di studio.

"Dubber yang bagus bisa menyambungkan emosi sehingga kedengarannya memang mereka dubbing bersama-sama," kata Denis, yang juga menjadi pengisi suara untuk film animasi "Si Juki".

Menurut Denis, persaingan di dunia sulih suara makin ketat seiring berjalannya waktu, karenanya seorang penyulih suara tidak boleh puas dengan kemampuannya, harus terus memperbanyak koleksi suara agar tidak digeser oleh pesaing.

Menjaga kualitas suara juga tak kalah penting bagi seorang aktor suara. Denis punya resep sendiri agar suaranya tetap prima.

"Hindari gula biang atau pemanis buatan dan mengunyah kencur," kata penyuka karakter Donald Duck itu.

Tidur cukup juga merupakan modal penting untuk meningkatkan konsentrasi selagi bekerja. Bila kurang tidur, bisa-bisa apa yang sudah ada di kepala tidak tersampaikan dengan baik lewat mulut.

Selayaknya musisi yang sedang menggarap album, aktor suara juga menghabiskan waktu mereka dengan bekerja di dalam studio selama berjam-jam. 

Memiliki hobi atau kegiatan di luar dunia sulih suara dianggap penting agar tidak jadi katak dalam tempurung. Aktivitas itu juga bisa menjadi penyegaran setelah sekian lama terkungkung di dalam studio.

Denis bersyukur sempat bekerja menjadi penyiar, yang membuat dia menyerap berbagai ilmu pengetahuan serta acuh pada berita mutakhir.


Berbagi ilmu

Di negara lain seperti Jepang, penyulih suara atau seiyuu biasanya punya basis penggemar tersendiri.

Namun memiliki penggemar bukanlah alasan Denis menjadi aktor suara. Bila ada orang yang mengagumi suaranya karena tertarik dengan dunia sulih suara, Denis justru ingin mengajaknya untuk terjun langsung ke dunia tersebut.

Dia pernah membuat pelatihan gratis sulih suara bersama saudaranya, yang juga berkecimpung di dunianya.

Sejak 2010 hingga dua tahun lalu ia memberi pembekalan bagi orang-orang yang ingin mengikuti jejaknya.

Prinsipnya bukanlah menggurui, tetapi berbagi ilmu. Sayangnya upaya regenerasi aktor suara terhenti karena kesibukan mereka yang semakin padat.

Namun keinginannya untuk berbagi tak pernah kandas. Denis punya impian membuat studio sendiri yang bisa menjadi tempat berbagi rezeki dengan mereka yang jatuh cinta pada dunia sulih suara.

Tidak seperti pekerja di kantor yang harus pensiun pada usia tertentu, pekerja lepas seperti penyulih suara punya kebebasan lebih besar.

"Saya ingin tetap eksis tanpa batas usia karena ini pekerjaan yang saya sukai dan syukuri, di mana ada orang yang masih tidak bisa menikmati profesinya, saya Alhamdulillah bisa."

Ke depannya, ia berharap para produsen menerapkan prinsip berani membayar mahal demi jaminan kualitas. 

"Kalau dubber dibayar dengan harga bagus, kita juga tidak bekerja ala kadar," demikian Denis Setiano.


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017