Jakarta (ANTARA News) - Prelo, marketplace online untuk barang preloved (bekas) berkualitas dan asli alias no KW, berkomitmen terus menjaga produk-produk yang dijajakan para penjualnya adalah produk asli dan bukan palsu atau bajakan.

“Di bisnis saya sebelumnya, banyak sekali aduan dari pembeli dan penjual tentang barang palsu yang dijual,” jelas CEO dan founder Prelo, Fransiska Hadiwidjana, dalam pernyataan persnya di Jakarta.

“Ini menyadarkan kami bahwa betapa mudahnya barang palsu diperjualbelikan di Indonesia. Akhirnya, ini menjadi salah satu alasan yang mendorong kami membangun Prelo.”

Prelo melawan pembajakan dengan mengkurasi semua barang yang dijual melalui platform-nya. Tim internal dan algoritma khusus dari perusahaan ini mampu mengidentifikasi produk yang mencurigakan dengan membandingkannya dengan produk lain dalam domain publik berdasarkan deskripsi, merk, model, dan berbagai atribut lainnya.

Prelo juga aktif dalam berbagai komunitas produk, agar setiap anggota semakin jeli menyaring produk yang asli dari barang palsu. Misalnya, tim Prelo belajar cara memeriksa otentisitas dari sepatu Sneakers dari komunitas Sneakers online.

Prelo juga memberikan lencana bagi pengguna yang terverifikasi ketika mengunggah produk autentik, begitu juga bagi pengguna yang melaporkan produk mencurigakan atau palsu.

Penjual bisa menggunakan lencana-lencana ini untuk mendapatkan bantuan promosi produk dalam Prelo. Kedepannya, Prelo akan memberikan lebih banyak manfaat kepada pemegang lencana.

“Kualitas produk merupakan hal yang sangat penting untuk perusahaan e-commerce, terlebih lagi marketplace untuk barang preloved seperti kami. Berkat sistem kurasi dan garansi produk asli, pengguna Prelo bisa berbelanja dengan tenang,” terang Fransiska, penerima beasiswa Singularity University di Silicon Valley ini.

Prelo, kata Franciska, mengutamakan keamanan dan kepraktisan berbelanja. Startup ini menyediakan rekening bersama (rekber) untuk memfasilitasi semua transaksi pengguna dalam platform.

Penjual bisa mengirimkan produk preloved secara langsung kepada pembeli, dan uang hanya akan ditransfer ke penjual ketika pembeli melakukan konfirmasi kualitas produk yang diterima (termasuk apakah produk yang dijual bukanlah produk KW).

Biasanya, Prelo mengambil komisi sebesar 10 persen untuk setiap penjualan. Namun, komisi ini bisa didiskon berdasarkan aktivitas pengguna di media sosial. Bila penjualan melakukan share produk ke Facebook, Twitter, dan Instagram, Prelo tidak akan menerima komisi.

Sejak peluncurannya pada November 2015, startup asal Bandung ini telah memfasilitasi transaksi senilai lebih dari 1 juta dollar AS (Rp13 miliar).

Kini, Prelo memiliki puluhan ribu pengguna aktif setiap bulannya dan memiliki 200.000 produk yang tersedia dalam platform. Tim yang beranggotakan 13 orang ini telah menerima pendanaan awal dari Rebright Partners pada tahun 2015 yang tidak disebutkan jumlahnya.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017