Shenzhen, China (ANTARA News) - Perusahaan penyedia layanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), Huawei Technologies, menghadirkan sejumlah solusi keterhubungan jaringan di negara-negara berkembang lewat produk perangkat penerima-pemancar jaringan (BTS) ekonomis yang menyasar baik wilayah perdesaan maupun wilayah perkotaan.

Untuk wilayah perdesaan, Huawei menawarkan BTS ekonomis yakni RuralStar sedangkan PoleStar lebih disasar untuk menjadi solusi kebutuhan pengadaan BTS di perkotaan.

Menurut Pemasaran GSM & UMTS & CDMA Lini Produk Nirkabel Huawei Technologies, Alex Zhang, baik PoleStar meupun RuralStar mampu menjadi jawaban atas rendahnya minat penyedia jasa layanan telekomunikasi atau operator berinvestasi, dengan menggenjot tingkat efisiensi.

Keduanya, sekaligus menjadi solusi untuk pemenuhan keterhubungan jaringan, mengingat saat ini lebih dari 1 miliar orang tak terjangkau layanan selular, sementara 1,7 miliar orang tak tersentuh sambungan internet sama sekali.

"Target besarnya adalah menurunkan jangka waktu balik modal (ROI) yang biasanya lebih dari 10 tahun menjadi di bawah lima tahun, sembari menekan ongkos berbagai pengadaan sekira 70 persen," kata Zhang dalam rangkaian Huawei Global Analyst Summit 2017 di Shenzhen, Rabu.

Zhang memaparkan dalam skema BTS konvensional yang diadakan untuk menghadirkan jaringan selular maupun internet di wilayah perdesaan saat ini, dari sudut pandang nilai tentu beragam di tiap negara, namun secara garis besar terdiri dari pengadaan infrastruktur berupa menara BTS konvensional yang memakan sekira 55 persen dari anggaran investasi, sementara energi operasional menyumbang 20 persen, transmiter 15 persen dan 10 persennya untuk anggaran lain-lain.

Solusi RuralStar dari Huawei mampu memangkas sekira 70 persen ongkos investasi tersebut, di antaranya biaya transmiter yang hilang sama sekali karena menggunakan teknologi NLOS ketimbang VSAT/MW, kemudian biaya infrastruktur terpotong hampir 90 persen karena tak menggunakan menara konvensional melainkan cukup berupa tiang semacam tiang listrik, sedangkan biaya energi operasional ditekan 85 persen karena beralih dari generator diesel ke tenaga surya.

Meski demikian berkaitan dengan aspek penggunaan tenaga surya, Zhang mengakui tidak semua wilayah perdesaan memiliki keberlimpahan matahari yang mumpuni untuk kebutuhan energi operasional RuralStar.

"Memang ada beberapa skenario, kami memulainya di beberapa negara Afrika yang memang memiliki kecukupan sumber daya tenaga matahari," katanya.

Untuk itu, lanjut Zhang, pihaknya terus berupaya menggandeng banyak rekanan untuk inisiatif inovasi solusi tersebut, guna meningkatkan berbagai opsi yang dapat ditempuh untuk kebutuhan menekan ongkos RuralStar.


PoleStar Solusi Kawasan Urban

Jika kawasan perdesaan memiliki masalah dari aspek keterjangkauan, maka kawasan urban juga memiliki hambatannya sendiri ditilik dari pembangunan BTS konvensional yang secara umum berkaitan dengan sulitnya pembebasan lahan, lamanya durasi pembangunan infrastruktur dan tingginya biaya investasi baik itu dari urusan sewa, listrik hingga peralatan yang dibutuhkan.

Dari segi pembebasan lahan, menurut Zhang sekurang-kurangnya membutuhkan waktu lebih dari dua bulan itupun dengan tingkat probabilitas keberhasilan hanya 20 persen.

Kemudian dari segi pembangunan yang nantinya berkaitan dengan kesiapan penjualan (TTM), satu bulan tidak mencukupi keseluruhan proses pembangunan baik itu meliputi pemasangan menara, antena, shelter, peralatan pengawasan hingga pengatur suhu ruangan shelter.

Sedangkan dari segi biaya operasionalnya yang bisa mencapai 34.000 dolar AS per wilayah pancaran 1 kilometer persegi.

Sementara dengan PoleStar, Huawei menawarkan opsi penggunaan berbagai infrastruktur yang sudah tersedia di wilayah perkotaan sebagai titik BTS, seperti tiang lampu jalan, halte bus, supermarket hingga bilik telepon umum maupun lokasi-lokasi layanan pemerintah.

Dengan memilih opsi tersebut, operator bisa mengakuisi titik BTS lebih cepat, sementara TTM juga bisa ditekan dari estimasi 6-9 bulan dalam skema BTS konvensional menjadi 1,5 bulan dalam PoleStar. Lebih jauh lagi, biaya operasional juga bisa ditekan sekira 30 persen.

"Bahkan di Brazil, salah satu contoh sukses PoleStar operator bisa memangkas 66 persen biaya operasional kebutuhan penerimaan-pemancaran jaringan mereka," kata Zhang.

Baik RuralStar maupun PoleStar menjadi jawaban bagi kebutuhan meningkatkan keterhubungan orang dengan internet, terlebih lagi menilik kenyataan bahwa lebih dari 50 persen sambungan internet di dunia masih setingkat 2G saja.

"Begitu banyak tantangan migrasi dari 2G ke teknologi generasi-generasi berikutnya, termasuk alasan bisnis. Makanya operator harus dibantu menemukan formula terbaik untuk membangun infrastruktur jaringan secara efisien dan ekonomis, bahkan kalau perlu menekan ROI dari lima tahun menjadi dua tahun," pungkasnya.

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017