Dipecat dari perusahaan publisher Marvel Comics tak lantas membuat Ardian Syaf patah arang. Sedih itu pasti, namun komikus asal Tulungagung, Jawa Timur ini tetap berkeyakinan takdir itu sudah tersurat dan menjadi bagian perjalanan hidupnya yang harus dia lalui.

Ditemui di rumahnya di Desa Tenggur, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Kamis (13/4), Ardian mengaku tak mau larut dalam kesedihan.

Bahkan jebolan Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang 2004 ini tak mau disebut trauma dengan efek pemecatan pihak Marvel Comics, perusahaan publisher internasional yang menerbitkan sejumlah serial komik yang mendunia, seperti Batman Blackest Night, Superman/Batman, Green Lantern Corps, Birds of Prey, Batgirl dan lainnya.

Serial-serial komik yang laris manis di seantero jagat itu, Aan -- demikian Ardian Syaf biasa disapa -- terlibat di dalamnya bersama komikus internasional lain di bawah bendera Marvel Comics.

Ia percaya, ada hikmah di balik takdir (pemecatan) yang dia alami. Aan jelas menyesali, namun tetap ingin melihat semua rangkaian peristiwa yang dialaminya tersebut dari kacamata positif.

"Saya sangat yakin ini ada hikmah tersembunyi yang saya belum tahu," katanya.

Aan berkeyakinan, sebagai seorang muslim ia tidak boleh berputus-asa. Bapak satu anak ini percaya bahwa seiring waktu semua pasti berjalan sehingga menemukan keseimbangan baru.

"(Biarlah) ini menjadi pelajaran bagi saya pribadi dan untuk yang lain semoga tidak melakukan hal yang sama kalau tidak siap dengan risiko seperti ini," kata Aan.

Bicaranya sedikit tidak teratur, namun penyampaian Aan sangat tenang. Wajahnya datar saja saat berbincang dengan Antara dan beberapa wartawan.

Saat disinggung mengenai sisipan angka menyerupai kode "QS 5:51" dan "212" dalam karya animasi buatannya untuk serial komik X-Men Gold #1 terbitan Marvel Comics, Amerika Serikat, Aan mengaku awalnya hanya iseng.

Kebetulan saat membuat ilustrasi komik tokoh superhero tersebut, ia baru saja mengikuti aksi damai memprotes dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta saat itu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, di Jakarta pada 2 Desember 2016.

Aan yang bertemu ribuan umat Islam lain saat aksi damai tersebut di ibu kota Jakarta rupanya sangat terkesan, apalagi itu menyangkut agama yang diyakininya, Islam dan membela kitab suci Al Quran.

Naluri seni Aan pun tergerak. Sepulang dari Jakarta, saat melanjutkan pembuatan ilustrasi grafis komik superhero serial terbaru "X-Men Gold #1" yang dia buat di meja kerja di rumahnya, Desa Tenggur, Tulungagung, Aan tergerak mengabadikan kesan mendalam yang dirasakan ke dalam karya komik buatannya untuk Marvel.

Alhasil, kombinasi angka "QS 51:5" yang merujuk pada surat Al-Maidah ayat 51 dia selipkan pada gambar kaos salah satu tokoh superhero dalam serial X-Men Gold #1 sementara kode "212" yang menjadi simbol aksi damai 2 Desember 2016 tertera pada nama toko yang menjadi latar ilustrasi komik Aan.

Sisipan nuansa "Indonesia" sebenarnya sudah pernah dilakukan Aan saat ia menyisipkan gambar Presiden Jokowi di komik Batgirl #1 pada 2012.

Waktu itu, ia membuat heboh komunitas pecinta komik Indonesia dengan menyelipkan baliho kampanye Jokowi-Ahok saat Pilkada DKI ketika itu dengan latar belakang ibu kota Jakarta.

Dulu keisengan Aan aman-aman saja, bahkan menuai pujian banyak pihak. Namun tidak halnya dengan keisengannya menyelipkan simbol "QS 51:5" dan "212" dalam serial anyar komik superhero X-Men Gold #1 yang mulai terbit pada Rabu pekan lalu.

Kontroversi mulai bergulir setelah berbagai komentar di laman jejaring sosial "twitter" dan "facebook" serta portal komunitas "reddit" menyebutkan tentang simbol-simbol tersebut.

"Sejak mulai muncul kontroversi itu saya menyadari situasinya bakal menjadi fatal sehingga berujung pemecatan (saya) oleh pihak Marvel," tuturnya.

Dugaan itu benar saja. Tak berapa lama setelah kontroversi menggelinding bak bola liar dan sampai ke "telinga" Marvel Comics, Ardian Syaf dipecat pada Sabtu (9/4).

Pihak Marvel Comics juga mengonfirmasi bahwa menarik bagian-bagian tersebut dari cetakan komik selanjutnya.

Dikutip dari comikbook.com, Marvel menyatakan, "Karya seni yang disebut dalam X-Men Gold #1 dimasukkan tanpa keterangan tentang makna di baliknya seperti yang dilaporkan. Karya itu tidak mencerminkan pandangan penulis, editor, atau orang lain di Marvel dan bertentangan langsung dengan inklusivitas Marvel Comics. Karya seni ini akan dihapus dari cetakan berikutnya, versi digital, dan novel perdagangan, dan tindakan disipliner akan diambil."

Tak Berniat Rasis
Kendati secara sadar memasukkan simbol "QS 51:5" dan "212" dalam serial anyar komik superhero X-Men Gold #1, Ardian Syaf menegaskan bahwa dirinya bukanlah seorang rasis.

Ia juga tidak anti Kristen maupun Yahudi. Karena jika hal itu dia lakukan, tentu Aan tidak akan pernah bekerja di perusahaan publisher komik internasional sekelas DC Comics dan Marvel Comics di bawah grup usaha Disney yang notabene milik Yahudi.

"Sejujurnya saya tidak ada niatan lain kecuali hanya ingin menyimpan kenangan akan aksi 212 itu dalam karya saya," kata Aan.

Sejak kontroversi mulai muncul pada Sabtu (8/4), kecaman dan kritik seolah membanjiri email dan akun medsos Ardian Syaf.

Komikus Tulungagung yang sukses go-internasional sejak 2007 dengan mengawali debut pertamanya bersama Dabel Brothers lewat komik Dresden Files itu di-cap seolah seniman rasis yang antikeberagaman.

Ardian mengaku tak membalasnya semua komentar dari penggemar komik yang tiba-tiba menjadi "hatter" (pembenci) baginya itu.

"Ada sebagian yang saya jawab dan menjelaskan alasan pemuatan simbol itu. Dan saya katakan bahwa tidak ada motif ataupun misi khusus yang terselubung dari penyelipan kode QS 51:5 maupun 212. Sama sekali tidak ada niatan bahwa saya anti begini anti begini. Ini murni hanya untuk menyimpan memori ke dalam karya komik saya," tutur Ardian.

Bahwa keisengan tersebut berkembang menjadi runyam, Aan atau Ardian Syaf mengaku tidak pernah menyangka sama sekali.

Ia katakan pasti tidak akan memasukkan kode QS 51:5 dan 212 jika tahu bakal menjadi polemik yang berujung pada kandasnya kariernya di Marvel Comics, Amerika Serikat. "Jika saya tahu begini saya tentu tidak akan memasang seperti ini," ucapnya.

Insting sebenarnya telah menuntut Ardian Syaf untuk berhati-hati. Sesaat sebelum serial komik superhero X-Men Gold #1 resmi terbit, Aan mengatakan telah mem-"posting" (unggah) gambar yang akhirnya menjadi kontroversi dalam versi pensil itu ke laman facebooknya.

Sama sekali tidak ada reaksi, apalagi kritik. Saat akhirnya komik X-Men Gold #1 resmi terbit pada Rabu (5/4), kata Aan, gambar animasi bercerita dengan tema tokoh superhero menjadi sosok super penjaga keadilan, ketertiban sosial dan cinta keberagaman itu mendapat review serta apresiasi positif.

Tidak hanya dari pecinta komik dari dalam negeri, tetapi dari berbagai penjuru dunia yang mengikuti serial komik terbitan Marvel Comics tersebut.

"Ketika terbit komik itu mendapat banyak review yang cukup bagus, bahkan beberapa negara itu masuk comics of the week yang banyak diburu pecinta komik internasional," ujarnya.

Tak ketinggalan, pihak Marvel Comics secara terbuka mengucapkan selamat melalui email ke tim. "Jadi mereka sangat puas dengan hasilnya," katanya.

Tidak lama sanjungan mengalir. Sabtu (8/4) pagi saat membuka pesan elektronik, Aan mendapati sudah ada surat terbuka disertai foto gambar (komik) yang ada logo angka itu, QS 51:5 dan 212.

Dari situ kegaduhan mulai muncul ke permukaan dan menggelinding besar dalam waktu singkat hingga akhirnya keluar "line guard" (pemberitaan) dengan judul yang Aan sendiri mengaku ngeri membacanya karena dinilai sangat provokatif dan merugikan dirinya.

"Sejak itu saya sadar karier saya bakal segera berakhir," katanya datar.

Tawaran Membanjir
Karier Ardian Syaf di perusahaan publisher besar sekelas Marvel Comics mungkin sudah berakhir. Ia resmi dipecat Marvel Comics melalui pesan elektronik yang diterimanya pada Senin (11/4) dini hari pukul 03.00 WIB.

Saat itu, Aan mengaku sudah cukup tenang dan siap menerima keputusan perusahaan tempatnya bernaung dan berkontribusi menuangkan karya-karya fenomenalnya tersebut.

Nyaris tak ada gunanya meski komikus Ardian Syaf sebelumnya sudah berusaha memberi penjelasan atas sisipan kode "QS 51:5" dan "212" dalam serial perdana X-Men Gold #1 tersebut.

Aan tak mau larut dalam kesedihan. Goresan karya ilustrasi komik dalam versi pensil masih dibiarkan berserak di meja kerjanya, di rumah yang berukuran besar dengan sentuhan modern pada bagian depan di Desa Tenggur, Kecamatan Rejotangan, Tulungagung.

Aktivitasnya membuat ilustrasi komik memang sementara berhenti. Aan masih ingin menenangkan diri. Namun bukan berarti kariernya di dunia ilustrasi komik karam sama sekali.

Sejumlah tawaran komik di publisher lain justru berdatangan. Tidak hanya dari Indonesia yang berempati dan masih kagum dengan karya ilustrasi Ardian Syaf.

Beberapa publisher lain di Amerika Serikat di luar Marvel Comics namun dengan kelas menengah atau lebih kecil, hingga perusahaan komik dari Timur Tengah terus saja berdatangan.

Ardian Syaf mengaku, manajernya berulang kali dikonfirmasi beberapa publisher asing tersebut, namun belum satupun yang dia sambut.

"Saya ingin istirahat sejenak dan menenangkan diri dulu," katanya. Aan tidak memastikan sampai kapan akan kembali meniti karier di dunia komik dan menjajaki kerjasama dengan satu atau lebih publisher dalam negeri maupun asing yang menunggu jasanya tersebut.

Bahkan untuk tawaran pembelian dari banyak kolektor atas dua karya ilustrasi asli Ardian Syaf yang terdapat simbol "QS 51:5" dan "212" dalam versi pensil masih belum ia iyakan.

Tak peduli meski penawaran untuk satu lembar karya asli dengan logo "QS 51:5" atau "212" terus melangit.

"Manajer saya menyarankan agar karya asli ilustrasi komik tokoh superhero di serial X-Men Gold #1 yang ada tulisan simbol QS 51:5 atau 212 (masing-masing) dijual seharga Rp3 ribu dollar US (sekitar Rp40 juta). Namun saya belum bisa putuskan," katanya.

Aan mengisyaratkan tidak terlalu terobsesi menjual karyanya itu. Ia justru ingin menyimpannya sebagai kenangan yang kelak bisa terus menjadi pengingatnya. Termasuk menjadi prasasti bagi anak-cucunya kelak di kemudian hari.


Oleh Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017