Jakarta (ANTARA News) - "Siapa yang tidak melakukan inovasi maka akan tergilas zaman", ungkapan tersebut terus terngiang, bagaimana inovasi adalah suatu kewajiban untuk mengejar ketertinggalan demi peningkatan pelayanan.

Ungkapan itu menggambarkan kehidupan seorang Dokter Fathema Djan Rachmat, wanita kelahiran 10 Januari 1964, di kota tepian sungai Musi.

Dengan mantra itu, praktisi kesehatan itu menorehkan wajah baru di dunia layanan kesehatan serta manajemen rumah sakit Pelni di Petamburan, Jakarta Pusat.

Selama hampir dua tahun menjabat sebagai Direktur Utama PT Rumah Sakit PELNI, ia mengubah wajah RS Pelni menjadi rumah sakit yang lebih berkelas dengan pelayanan prima.

Sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dijalankan mulai 1 Januari 2014, Rumah Sakit Pelni sudah langsung menjadi provider BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN.

JKN adalah masa depan untuk tercapainya akses kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Merata itu pelayanan sama, sedangkan adil yaitu tidak boleh membeda-bedakan pasien, ujar Direktur Utama RS Pelni, Dr. dr. Fathema Djan Rachmat, Sp.B, Sp.BTKV (K) kepada Antara, belum lama ini.

Sebelum pelaksanaan program JKN, Dokter Fath melakukan perubahan pola berpikir kepada para dokter dan seluruh komponen di rumah sakit dalam melihat JKN sebagai kesempatan.

"Sekitar 1.283 karyawan dijelaskan tentang era JKN, perubahan yang seperti apa. Kami bilang kepada para dokter dan seluruh karyawan, kita masuk ke era yang berbeda dimana bisnis model dan proses harus memberikan nilai tambah," kata dia.

Hal tersebut dilakukan sehingga pada hari pelaksanaan program JKN bisa memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien BPJS Kesehatan.

Ia menceritakan saat mulai menerima pasien BPJS kesehatan, RS Pelni kewalahan karena jumlah pasien membeludak.

Untuk mengatasi hal tersebut, lanjut dia, RS Pelni menjawab dengan pemberlakuan sistem pendaftaran secara elektronik dan didukung oleh catatan medis elektronik (electronic medical record/EMR).

Sebanyak 21 titik khusus disediakan bagi pasien BPJS Kesehatan untuk melakukan proses registrasi, sehingga layanan tersebut bisa diberikan secepat mungkin.

"Para dokter diminta untuk memulai pelayanan di poliklinik dari jam 7 pagi. RS Pelni menerapkan e-medical record agar para dokter bisa melayani di jam itu. Tidak ada lagi antrean mengular dari pasien," ujar praktisi kesehatan yang berpengalaman selama 34 tahun di industri medis itu.

Dengan EMR, data pasien dapat diakses langsung, pasien dapat dilacak dengan mudah dan memberikan perlindungan yang dapat membantu mencegah kesalahan medis.

RS Pelni terus mengembangkan perangkat lunak untuk layanan sistem itu. Hingga saat ini sudah ada 53 software yang dikembangkan.

Dengan sistem, lanjutnya, direksi dapat mengawasi pengelolaan rumah sakit. Seluruh tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, administrasi hingga manajemen wajib melaporkan pekerjaan dalam sistem digital itu.

RS Pelni juga membuat anjungan mandiri untuk pasien. Dalam anjungan tersebut pasien BPJS maupun non-BPJS dapat melakukan pendaftaran, mengecek unit kamar yang tersedia, serta dapat memilih dokter spesialis.

"Dengan anjungan mandiri ini diharapkan dapat mempercepat layanan kesehatan kepada pasien. Informasi kamar pasien BPJS juga ditampilkan secara setiap detik di meja pendaftaran melalui layar televisi," kata dokter yang memulai karirnya dari kecamatan Emera, Timor Timur, ini.

Hal itu semata-mata dilakukan oleh Dokter Fath untuk memegang teguh prinsip hidupnya bahwa tidak ada lagi orang sakit yang ditolak rumah sakit hanya karena ketiadaan biaya.

Melalui sistem berbasis elektronik tersebut, RS Pelni memangkas layanan registrasi pasien yang sebelumnya satu jam menjadi 2-5 menit.

"Kami meminta segenap komponen yang bekerja di rumah sakit harus berpikir kreatif dan inovatif. Kita membuat bagaimana manajer itu membuat solusi dari setiap permasalahan yang ada. Di area yang ada masalah itu harus ada manajer, misalnya di ICU, manajer turun untuk membantu masalah terkait pasien," kata dia.

Selain perubahan pola pikir dan inovasi teknologi, RS Pelni meningkatkan nilai-nilai budaya kerja melalui kelas budaya.

Ia mengatakan kelas budaya di setiap unit kerja bertujuan untuk memberikan pemahaman bagaimana manajer RS, dokter, perawat, koder maupun frontliner untuk berperilaku berbudi dalam berkarya, lebih menghargai, melayani dan menjalani secara ikhlas program JKN.

"Kami mendorong bagaimana komponen di rumah sakit ini pekerjaan yang mereka lakukan untuk pasien adalah sebuah mahakarya," ujar dia.

Untuk mempertahankan budaya kerja, lanjutnya, RS Pelni terus melakukan kegiatan program kerekatan antarkaryawan serta pemberian penghargaan.


Surplus Pengelolaan BPJS

Ia mengatakan dukungan manajemen yang kreatif dan inovatif dapat membuat layanan BPJS Kesehatan dapat menghidupkan bisnis rumah sakit.

"Ketika yang lain bilang defisit karena ikut BPJS, RS Pelni malah mencatatkan surplus," ujar dia.

Saat ini sebanyak 60 persen pasien rawat jalan adalah pasien BPJS Kesehatan. Sedangkan untuk pasien rawat inap, 82 persennya adalah pasien BPJS Kesehatan, sisanya yaitu pasien non-BPJS sebesar 18 persen. Di Poliklinik RS Pelni, sedikitnya ada 1.500 kegiatan yang dilakukan per hari.

Dokter spesialis bedah jantung itu mengungkapkan sistem prospective payment dalam era JKN memberikan keuntungan bagi pasien, tenaga medis, serta rumah sakit.

"Dalam sistem prospective payment, rumah sakit tidak bisa melihat pasien dari per kasusnya, yaitu apakah dia merugikan atau menguntungkan. Jadi tidak perlu melihat coding, yang dilihat kita adalah total cost," ujar dia.

Lewat pembiayaan bertarif INA-CBGs, RS Pelni memberikan layanan kepada pasien secara penuh dan maksimal.

"Kami berikan obat yang bagus. Perawatan maupun operasi yang maksimal, kalau tidak ada kamar yang sesuai dengan kelas dimana pasien terdaftar harus dikasih kamar yang lebih tinggi sehingga produksi kita meningkat," kata dia.

Upaya tersebut bisa memangkas durasi rawat inap pasien. Yang awalnya sepuluh hari bisa dipangkas menjadi lima hari saja untuk rawat inap.

RS Pelni saat ini mempunyai 500 tempat tidur untuk melayani pasien. Jumlah tersebut terus dikembangkan hingga mencapai 800 tempat tidur. Ruang operasi setiap harinya melayani 40 pasien per hari.

Sejak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, gaji yang diterima karyawan RS Pelni, menurutnya, juga meningkat hingga 13 persen. Untuk jasa medik dokter, nilainya juga meningkat hingga 45 persen.

Salah satu poin keberhasilan RS Pelni bertahan dan tumbuh di Era JKN adalah efisiensi, ujar dia.

Ia mengatakan efisiensi yang paling tepat dalam era JKN ini adalah "low cost operational: do more, change less". Artinya efisiensi yang fokus pada peningkatan volume atau utilitas, yang akan menurunkan unit cost.

Ia mengatakan konsep low cost operational telah dilakukan, dengan sukses, di India.

Salah satu tokoh pionirnya adalah dr. Devy Shetty. Seorang spesialis bedah jantung yang menciptakan rumah sakit dengan 1.000 tempat tidur untuk layanan jantung sehingga tarif operasi jantung di India hanya seperempat hingga sepertiga tarif di Amerika.

"Jika rumah sakit swasta provider BPJS Kesehatan saling berkolaborasi melakukan group purchasing untuk pengendalian harga beli dan implementasi clinical pathway untuk pengendalian lama hari rawat, tentu dapat menghasilkan perubahan positif dalam pelayanan pasien peserta JKN serta pertumbuhan keuangan bagi rumah sakit itu sendiri," kata dia.


Memanusiakan Pasien

RS Pelni tidak membedakan layanan pasien maupun dokter bagi pasien BPJS, demikian ungkap Syahroni (64) yang belum lama ini melakukan operasi katarak di rumah sakit tersebut.

"Sistem pendaftaran, pemeriksaan, perawatan, serta tindakan lanjutan di RS Pelni sangat baik. Pasien hanya perlu melakukan pendaftaran awal tanpa menunjukkan berkas foto copy dokumen BPJS," kata dia.

Sementara itu, ia mengatakan pelayanan BPJS dilayani sejak pagi hingga pukul 17.00 WIB.

"Hari Sabtu RS Pelni juga melayani pasien BPJS. Meskipun menggunakan BPJS, fasilitas kamar dan layanan kesehatan sangat bagus. Petugas kesehatan pun melayani dengan ramah," ujar dia.

Sebelum pulang, lanjutnya, setiap pasien diminta untuk mengisi formulir kepuasan atas pelayanan yang diberikan oleh RS Pelni dari segi fasilitas kamar, makanan, perawatan, dan profesionalitas dokter.

Baginya, rumah sakit ini melayani pasien secara profesional dengan mengedepankan rasa empati, rasa saling menghormati.

"Bukan sebagai objek yang boleh diperlakukan apa saja. Itulah salah satu cara terbaik untuk memanusiakan pasien," kata dia.

(T.A063/M026)

Oleh Azis Kurmala
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017