Jakarta (ANTARA News) - Irvanto Hendra Pambudi, keponakan Ketua DPR, Setya Novanto, mengaku memimpin konsorsium Murakabi Sejahtera yang merupakan salah satu peserta lelang KTP elektronik.

"Saat KTP elektronika, Murakbi ikut serta menjadi Ketua Konsorsium Murakabi, lead-nya saya sendiri," kata Pambudi, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jakarta, Kamis.

Dia bersaksi untuk dua terdakwa, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan  pada direktorat jenderal itu, Sugiharto.

Pambudi dalam sidang pun mengaku sebagai keponakan Novanto. Dalam dakwaan, Novanto disebut sebagai orang yang punya pengaruh besar untuk menentukan anggaran KTP elektronik di DPR diputuskan.

"Setya Novanto oom saya dari ibu," ungkap dia.

Diapun mengaku aktif di Partai Golkar tempat pamannya memimpin dan bahkan menjadi wakil bendahara DPP Golkar.

"Waktu KTP elektronik itu bukan partai, tapi Kosgoro tahun 2009-2011, tapi saya tidak aktif. Setelah 2011 saya di DPP Partai Golkar sebagai anggota bagian kepemudaan dan saat ini sejak periode 2016 saya menjadi Wakil Bendahara Partai," katanya.

Pambudi mengaku PT Murakabi itu ia beli pada 2006 dengan membeli saham adik Andi Narogong, Vidi Gunawan. Dia sudah mengenal Vidi yang merupakan teman SMA-nya di Bogor. Sehingga Pambudipun menjabat sebagai manager pengembangan bisnis PT Murakabi Sejahtera pada 2007-2010 dan pada 2010 ia menjadi direktur pada perusahaan itu.

"Kami bergerak bidang printing, lalu security printing. Selama mulai Murakabi ikut, kami berkutat seputaran bidang printing security dan printing itu saja awalnya kenapa bisa masuk ke KTP elektronik," kata dia.

Diapun mengaku pernah datang ke ruko Fatmawati tempat Andi Narogong mengatur para pengusaha untuk mengerjakan proyek KTP elektronik untuk mengatur pelelangan sehingga konsorsium yang mereka inginkan dapat menang lelang.

"Pernah sekali datang ke ruko Fatmawati pada sekitar akhir 2010. Saat itu ada rekan saya dari PT Pura yang menginformasikan bahwa ada pertemuan sejumlah perusahaan percetakan di ruko itu," katanya.

Di pertemuan itu, kata dia, hadir Andi Narogong, Mudji Rachmat Kurniawan dari PT Softob Technology Indonesia, dan sejumlah orang lain yang ia lupa namanya.

"Dibicarakan, katanya mau ada pekerjaan KTP nasional jadi secara global, tidak ada detail seperti apa tapi pertemuan tidak lama, tidak lebih satu jam dan saya tidak masuk ke dalam cuma di resepsionis," tambah Irvan.

Meski ia mengaku hanya mendapat informasi awal, tapi Irvan berharap agar diberi kesempatan untuk mengikuti lelang KTP elektronik.

Pambudi pun selanjutnya pun mengaku membuat konsorsium Murakabi Sejahtera yang terdiri dari PT Murakabi, PT Java Trade, PT Aria Multi Graphia dan PT Stacopa.

"Saya pernah kerja sama dengan PT Stacopa tapi jelang tender e-KTP kami sulit cari PT apa yang tepat untuk tanggung jawab di jaringan komunikasi dan data karena dasarnya PT Stacopa itu percetakan dan security printing lalu Maret 2011 akhirnya PT AMG (Aria Multi Graphia) yang di Bandung dan Sisindokom memutuskan ikut tender," kata dia.

Markas konsorsium Murakabi pun berada di kantor PT Murakabi Sejahtera di Gedung Imperium.

"Tapi kami gagal karena spesifikasi kami tidak memenuhi persyarakat administrasi, pertama kami di situ menggunakan windows 7 dan signature pact-nya kita tidak punya ISO, yang saya ingat hanya dua hal itu," ungkap Irvan.

Dalam dakwaan disebutkan Andi Narogong membentuk tiga konsorsium yaitu konsorsium Percetakan Negara Indonesia, konsorsium Astapraphia, dan konsorsium Murakabi Sejahtera. Seluruh konsorsium itu sudah dibentuk Andi Narogong sejak awal untuk memenangkan Konsorsium Percetakan Nasional Indonesia untuk dengan total anggaran Rp5,95 triliun dan mengakibatkan kerugian negara Rp2,314 triliun.

Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017