Pangkalpinang (ANTARA News) - Para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit meminta pemerintah untuk melakukan negosiasi dengan Parlemen Uni Eropa terkait dengan resolusi sawit yang menganggap produk Indonesia tersebut masih menciptakan banyak masalah.

Direktur Keuangan Kencana Agri Group Kent Surya mengatakan bahwa pemerintah dan asosiasi pelaku usaha sawit seperti Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI), harus menyuarakan soal tudingan yang dikeluarkan oleh Parlemen Eropa beberapa waktu lalu itu.

"Kami mengusulkan untuk lobi supaya peraturan itu tidak jadi diterapkan. Melalui GAPKI, yang didukung oleh pemerintah," ujar Kent, di Tempilang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Jumat.

Parlemen Uni Eropa, beberapa waktu lalu telah mengeluarkan resolusi soal sawit. Produk sawit dan turunannya dianggap masih menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran HAM. Namun, beberapa pihak menanggapi munculnya resolusi tersebut penuh kepentingan bisnis.

Kepentingan bisnis yang dimaksud antara lain adalah terkait dengan produktivitas sawit yang terbilang tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya. Dari satu hektare lahan sawit, bisa menghasilkan 4-6 ton "Crude Palm Oil" (CPO). Sementara minyak biji bunga matahari, rapeseed dan kedelai hanya berkisar dari 1-2 ton minyak nabati per hektare.

Kent menambahkan, hingga saat ini masih belum ada dampak yang terjadi, khususnya terkait masalah harga komoditas sawit akibat adanya resolusi Parlemen Uni Eropa tersebut. Menurutnya, hal itu dikarenakan aturan tersebut masih belum diratifikasi oleh negara-negara anggota Uni Eropa.

"Jika sudah diratifikasi, itu dampaknya juga tidak langsung, tapi pada saat mulai diberlakukan. Namun, sentimen psikologis yang akan berpengaruh," tutur Kent.

Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena dinilai masih menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran HAM.

Dalam resolusi yang secara khusus menyebut Indonesia itu, menghasilkan voting 640 anggota parlemen setuju, 18 menolak dan 28 abstain. Laporan sawit bersifat non-binding ini akan diserahkan kepada Komisi dan Presiden Eropa.

Dalam resolusi tersebut, untuk mengatasi dampak produksi minyak sawit, seperti penggundulan hutan, degradasi habitat, terutama di Asia Tenggara, Uni Eropa, harus memperkenalkan skema sertifikasi tunggal untuk sawit memasuki pasar Uni Eropa dan juga menghentikan bertahap penggunaan minyak nabati yang mendorong deforestasi sampai 2020.

Parlemen Eropa mencatat, sebesar 46 persen impor minyak sawit Uni Eropa untuk memproduksi biofuel, membutuhkan penggunaan sekitar satu juta hektare tanah tropis. Selain pendorong deforestasi, Parlemen Eropa menyatakan, sebagian besar produksi global minyak sawit melanggar hak asasi manusia dan standar sosial memadai.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017