Frankfurt/Paris (ANTARA News) - Tim kampanye calon presiden Prancis Emmanuel Macron mengaku telah menjadi sasaran peretasan komputer besar-besaran yang membobol sistem email mereka yang terjadi hanya 1,5 hari menjelang pemungutan suara untuk memilih Macron atau lawannya dari ekstrem kanan, Marine Le Pen, esok Minggu.

Reuters melaporkan, tim kampanye Macron menuduh Rusia berada di balik serangan siber ini.

Pada 26 April. tim kampanye Macron mengaku menjadi sasaran pencurian kata sandi email sejak Januari silam. Tapi saat itu penyusup gagal membobol data kampanye Macron.

Rusia yang juga dituduh melakukan perbuatan serupa pada Pemilu Amerika Serikat tahun lalu, membantah tudingan ini.  Tim kampanye Macron kemudian menuding media massa dan sebuah kelompok peretas yang beroperasi di Ukraina.

Vitali Kremez, direktur riset perusahaan intelijen siber Flashpoint yang berkedudukan di New York, berkata kepada Reuters bahwa peretas itu adalah APT 28, sebuah kelompok yang berafiliasi kepada dinas intelijen militer Rusia GRU.

Dia menyebut peretasan itu serupa dengan peretasan yang terjadi pada Pemilu AS lalu.

Bulan lalu APT28 meregistrasi sebuah alamat internet jebakan dengan menyamar dalam nama En Marche, sama dengan nama Gerakan En Marche! dari tim kampanye Macron. Menurut Kremez, alamat itu telah digunakan untuk mengirimkan email palsu guna membobol komputer-komputer tim kampanye Macron.

Domain-domainnya adalah onedrive-en-marche.fr dan mail-en-marche.fr.

"Jika memang dikendalikan oleh Moskow, pembobolan ini tampaknya merupakan eskalasi lebih luas dari operasi sebelumnya Rusia yang membidik pemilihan presiden AS, perluasan pendekatan dan jangkauan upaya dari langkah-langkah spionase yang bertujuan langsung mengarahkan hasil pemilu," kata Kremez.

Prancis menjadi negara terakhir yang pemilunya dibayang-bayangi tuduhan manipulasi lewat peretasan siber.

Dinas intelijen AS mengungkapan Januari silam bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah memerintahkan peretasan pihak-pihak yang terkait dengan calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton untuk mempengaruhi hasil Pemilu sehingga bisa dimenangkan oleh Donald Trump yang kini presiden AS, demikian Reuters.


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017