Washington (ANTARA News) - Penasehat keamanan nasional Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat bertemu presiden oposisi Venezuela pimpinan Majelis Nasional, dan mereka sepakat bahwa krisis politik di Caracas harus segera diselesaikan secara damai, kata Gedung Putih, Sabtu.

Penasehat keamanan nasional H.R. McMaster dan Presiden Majelis Nasional Venezuela Julio Borges membahas "kebutuhan agar pemerintah mematuhi Konstitusi Venezuela, membebaskan tahanan politik, menghormati Majelis Nasional, dan menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan demokratis, " kata sekretaris pers Gedung Putih, Sean Spicer dalam sebuah pernyataan.

Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang menghadapi protes antipemerintah selama berpekan-pekan, pada Senin mengumumkan pembentukan sebuah majelis populer baru yang dikecam seterunya sebagai perebutan kekuasaan yang ditujukan untuk mengesampingkan Majelis Nasional. Borges menanggapi itu dengan menyeru warga Venezuela untuk memberontak.

Pada Senin (1/5), Presiden Venezuela Nicolas Maduro menyerukan pembentukan majelis konstituen untuk merancang undang-undang dasar baru.

Maduro menyatakan krisis politik yang berlarut di negeri tersebut memerlukan tindakan semacam itu guna menerobos kebuntuan, dan memungkinkan kubu politik serta sosial yang berbeda memutuskan masa depan negara Amerika Selatan tersebut.

"Saya menyeru kekuasaan konstituen asli untuk mewujudkan perdamaian yang diperlukan negeri ini, mengalahkan kudeta fasis dan memungkinkan rakyat berdaulat melaksanakan perdamaian, kehasmonisan dan dialog nasional sejati," kata Maduro, sebagaimana dikutip Xinhua.

Partai sosialis, yang berkuasa, dan oposisi sayap-kanan telah terlibat perebutan kekuasaan secara sengit dan mengakibatkan protes rusuh anti-pemerintah, yang menewaskan sebanyak 29 orang.

Sementara itu pada Sabtu (6/5), puluhan ribu perempuanyang mengenakan baju putih dan meneriakkan "kemerdekaan!" menentang Presiden Venezuela Nicolas Maduro dengan berunjuk rasa pada Sabtu, memberikan bunga mawar kepada pasukan keamanan yang menghalangi jalan mereka.

Inilah unjuk rasa kaum perempuan terbaru. Protes-protes berlangsung di sebagian besar kota-kota besar di seantero penghasil minyak Amerika Selatan itu selama lima pekan, menentang Presiden Maduro yang para penentang sebutnya diktator dan membuat ekonomi negara menjadi rusak.

Di Karakas, para pengunjuk rasa menyanyikan lagi kebangsaan dan meneriakkan "Kami ingin pemilihan!" Mereka dihentikan di berbagai titik oleh polisi wanita dan tentara Pengawal Nasional yang berkendaraan mobil-mobil lapis baja.

Kubu oposisi, yang memiliki dukungan mayoritas di Venezuela setelah bertahun-tahun menjadi bayang-bayang Partai Sosialis yang sedang berkuasa, menuntut pemilihan yang ditunda akan diadakan dan pemilihan presiden 2018 akan tetap dilanjutkan.

Mereka juga menginginkan pemerintah membebaskan sejumlah pegiat yang ditahan, mengizinkan bantuan kemanusiaan dari luar negeri untuk meringankan krisis ekonomi yang parah, dan menghormati kemerdekaan lembaga legislatif. Di lembaga itu oposisi meraih suara mayoritas pada 2015.

Menyinggung vadalisme dan kekerasan yang dilakukan pengunjuk rasa muda dan bertopeng, Maduro mengatakan oposisi berusaha ingin melakukan kudeta dengan bantuan Amerika Serikat dan melakukan aksi-aksi teroris dan pembunuhan.

Dalam menanggapi krisis, pengganti Hugo Chaves yang berusia 54 tahun itu membentuk sebuah badan super bernama "majelis konstituen" dengan kekuasaan unuk mengamandemen konstitusi, menggoncang kekuatan-kekuatan publik, berpotensi mengganti badan pembuat undang-undang. Demikian laporan Reuters.

(Uu.G003)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017