Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan V DPR RI, Kamis, membatalkan rencana penggunaan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sebelumnya dinilai telah diputuskan sepihak oleh pemimpin parlemen.

"Fraksi PKS mendesak agar pembatalan hak angket dibahas dalam paripurna hari ini," kata Wakil Ketua Fraksi PKS Ansory Siregar dalam Sidang Paripurna Pembukaan Masa Persidangan V DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

Ansory menegaskan pengesahan pengajuan hak angket pada penutupan masa sidang DPR 28 April 2017 oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dilakukan secara tergesa-gesa dan sepihak.

Menurut dia, pemimpin sidang kala itu tidak mempertimbangkan pendapat seluruh fraksi serta tidak mendapat persetujuan seluruh anggota fraksi sehingga dinilai melanggar peraturan tata tertib DPR.

"Perbuatan pimpinan merampas hak setiap fraksi dan mencoreng nama baik DPR RI," kata dia.

Dia menekankan Frasi PKS tidak bertanggung jawab atas segala upaya yang mengatasnamakan Fraksi PKS terkait hak angket KPK.

"Hal yang dilakukan Fahri Hamzah merupakan tanggung jawab yang bersangkutan sendiri dan bukan atas nama Fraksi PKS," tegas dia.

Dia mengatakan kalau Sidang Paripurna DPR pada Kamis tetap menindaklanjuti rencana penggunaan hak angket KPK maka PKS tidak akan mengirimkan anggotanya dalam setiap pembahasan Pansus Hak Angket KPK.

"Fraksi PKS berkomitmen dan konsisten bersama masyarakat untuk mendukung KPK dalam memberantas korupsi tanpa pilih kasih, secara independen dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah," kata dia.

Berkenaan dengan dugaan pelanggaran tata tertib yang dinilai telah dilakukan oleh Fahri Hamzah karena memutuskan penggunaan hak angket secara sepihak, Fraksi PKS mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksanya.

Usul penggunaan pengajuan hak angket terhadap KPK muncul pada rapat dengar pendapat Komisi III dan KPK pada 19 April, berawal dari protes sejumlah anggota Komisi III kepada KPK mengenai penyebutan keterlibatan DPR dalam korupsi pengadaan KTP elektronik.

Dalam persidangan, penyidik KPK menyebut mantan anggota Komisi II Miryam S. Haryani mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III DPR terkait kasus e-KTP yang melibatkan banyak anggota DPR.

Pada penutupan masa sidang DPR, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tiba-tiba mengesahkan pengajuan hak angket, membuat sejumlah anggota DPR langsung meninggalkan ruang sidang.


Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017