Dubai/Beirut (ANTARA News) - Kebebasan yang lebih lapang di dalam negeri dan mengendurnya isolasi internasional terhadap Iran yang dirasakan rakyatnya belakangan ini menjadi faktor utama yang mengantarkan calon petahana Presiden Hassan Rouhani menang meyakinkan pada Pemilihan Presiden 2017 yang pemungutan suaranya digelar Jumat kemarin.

Namun kemenangan ini dihadapkan kepada tantangan alim ulama konservatif yang berkuasa besar di Iran, tulis kantor berita Reuters.

Televisi nasional Iran sudah menyampaikan ucapan selamat kepada Rouhani atas kemenangannya pada Pilpres ini.

Arsitek detente (peredaan ketegangan) antara Iran dan Barat itu memimpin perolehan suara hasil Pemilu dengan 58,6 persen terhadap pesaing utamanya ulama konservatif Ebrahim Raisi yang memperoleh 39,8 persen suara.

Kendati kekuasaan presiden terpilih dibatasi oleh Pemimpin Spiritual Ayatollah Ali Khamenei yang posisinya berada di atas presiden, skala kemenangan Rouhani ini memberi mandat yang kuat untuk kubu proreformasi.

Raisi dianggap sebagai bidak Khamenei, dan ulama muda ini disebut-sebut media massa Iran sebagai calon pengganti pemimpin spiritual Iran yang sudah berusia 77 tahun yang telah berkuasa sejak 1989.

Keterpilihankembali Rouhani bisa menjadi penjamin bagi kesepakatan nuklir Iran dengan negara-negara besar pada 2015 yang di bawah pakta ini sebagian besar sanksi internasional kepada Iran menjadi dicabut, sebagai imbal balik dari pembekuan program nuklir Iran.

Sebaliknya kemenangan itu merupakan kemunduran bagi Pengawal Revolusi yang selama ini menjadi pasukan keamanan yang sangat berkuasa yang mengendalikan hampir semua aspek penting republik Islam ini. Mereka berada di belakang Rouhani karena dianggap sebagai pelindung kepentingan-kepentingan mereka.

"Saya senang sekali Rouhani menang. Kami telah membuktikan kepada mereka bahwa kami masih ada," kata Mahnaz (37 tahun), pemilih reformis, via telepon kepada Reuters. "Saya ingin Rouhani mewujudkan janji-janjinya".

Namun demikian, Rouhani dihadapkan kepada pembatasan sama yang membelenggu transformasi Iran yang telah menghalanginya mewujudkan perubahan sosial yang substansial pada masa jabatan pertamanya dan menggagalkan reformasi yang dipromosikan pendahulunya, Mohammad Khatami.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017