Jakarta (ANTARA News) - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar segera disidang dalam kasus dugaan suap kepada hakim Konstitusi terkait dengan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

"Jadi alhamdulilah, sudah dilimpahkan berkas ke JPU (jaksa penuntut umum). Insya Allah kasus ini akan segera disidangkan," kata Patrialis seusai menyelesaikan pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Selain Patrialis, orang kepercayaannya yang juga menjadi tersangka dalam kasus tersebut juga akan segera disidang.

"Benar, untuk dua orang tersangka dalam kasus indikasi suap terhadap hakim MK terkait perkara judicial review, hari ini dilakukan pelimpahan tahap 2. Penyidik akan menyerahkan tersangka dan berkas ke penuntutan dan dalam waktu dekat persidangan akan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Artinya JPU KPK punya waktu maksimal 14 hari untuk membuat dakwaan sebelum dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat.

Patrialis hingga pelimpahan Salasa tetap tidak mengakui perbuatannya yang diduga menerima sejumlah uang dalam proses "judicial review".

"Sampai hari ini, belum ada putusan hakim yang menyatakan dia (Basuki) penyuap saya. Saya juga belum ada putusan hakim yang menyatakan penerima suap, jadi jangan kita bluffing seperti itu, kalian (wartawan) semua manusia biasa, kita sama saja. Saya mohon pers yang bertanggung jawab dan fair, bagi saya ini ujian atau musibah. Kenapa? Saya hadapi, sekali lagi tolong jangan memutuskan sesuatu sebelum hakim memutuskan itu," kata mantan Menteri Hukum dan HAM itu.

Dalam kasus ini, Patrialis Akbar ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.

UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", di mana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor PT Sumber Laut Perkasa.

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Basuki dan Ng Ferry juga sudah selesai penyidikannya dan akan segera disidang.

Pewarta: Desca Lidya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017