Jakarta (ANTARA News) - Pertumbuhan ekonomi menjadi sinyal baik bagi perkembangan pasar baja domestik, demikian disampaikan Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan.

“Sejalan dengan peningkatan konsumsi baja dalam negeri, pertumbuhan ekonomi akan tetap terjaga jika dengan tata niaga ekspor-impor yang baik,” kata Putu di Jakarta, Selasa.

Diketahui, Badan Pusat Statistik mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I tahun 2017 sebesar 5,01 persen atau naik dibandingkan pertumbuhan periode sama tahun lalu yang sekitar 4,92 persen.

Capaian tersebut juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal IV-2016 sebesar 4,94 persen.

“Pertumbuhan ini merupakan dampak dari respon kebijakan yang tepat dari pemerintah serta rendahnya inflasi dan suku bunga yang terkendali,” ujar Putu.

Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun 2017 akan lebih tinggi di kisaran 5,2-5,4 persen.

Melihat kondisi tersebut, Kemenperin optimistis Indonesia mampu mandiri dalam memproduksi baja nasional dengan produksi 10 juta ton baja.

Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk. (KS), Mas Wigrantoro Roes Setyadi menyampaikan, PT KS dan perusahaan baja Korea, Posco telah bekerja sama membangun klaster untuk mendukung produksi hingga 10 juta ton baja di Cilegon, Banten.

“Kawasan industri Krakatau Steel di Cilegon saat ini ditempati oleh industri baja terpadu, yakni PT KS dan PT Krakatau Posco (perusahaan patungan PT KS dan Posco),” paparnya.

Selain itu, menurut Mas Wig, kawasan industri di Cilegon memiliki infrastruktur pendukung yang baik seperti pembangkit energi, air baku industri, dan pelabuhan curah terdalam di Indonesia.

Saat ini, kapasitas produksi PT KS digabungkan dengan PT Krakatau Posco telah mencapai 4,5 juta ton, dan segera meningkat kembali dengan beroperasinya pabrik HSM#2 berkapasitas 1,5 juta ton pada akhir tahun 2019, sehingga total akan mencapai 6 juta ton.

Artinya, hanya perlu menambah 4 juta ton untuk mencapai proyek 10 juta ton dari klaster tersebut.

Mas Wig menyampaikan, klaster baja Cilegon ini bakal menghasilkan baja gulungan untuk konstruksi, baja lembaran untuk peralatan rumah tangga, perkapalan, mobil, hingga baja lembaran berkualitas tinggi.

“Kami berharap pula akan membawa kemajuan signifikan dalam produksi baja mandiri,” ujarnya.

Konsumsi baja nasional pada tahun 2016 meningkat tajam sebesar 12,67 juta ton setelah mengalami penurunan di tahun 2015 yang hanya mencapai 11,37 juta ton.

“Pendirian klaster 10 juta ton baja yang akan selesai di 2025, siap menggantikan 70-80 persen baja impor,” ungkap Mas Wig.

Sementara itu, CEO Posco Ohjoon Kwon mengatakan, klaster 10 ton baja dapat memberikan dampak terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 420.000 orang sekaligus mendorong produksi sebesar 6,8 miliar dollar AS dengan peningkatan PDB sekitar 0,4 persen.

Menurutnya, Posco telah memainkan peran penting dalam periode pertumbuhan ekonomi pesat di Korea dalam pengembangan industri berat dan industri manufaktur seperti otomotif, perkapalan, dan perlengkapan elektronik rumah tangga.

"Dengan menggabungkan pengetahuan know-how secara maksimal yang menghasilkan sistem produksi 40 juta ton, kami pun siap berkontribusi untuk kemajuan industri di Indonesia,” paparnya.

POSCO dan perusahaan pengguna baja di Korea telah mengembangkan daya saingnya melalui pertumbuhan bersama. POSCO memasok produk baja berbiaya rendah dan berkualitas tinggi.

Diharapkan, industri berat dan perusahaan manufaktur menjaga pertumbuhan industrinya dengan memperluas biaya daya saing dan perusahaan-perusahaan yang telah tumbuh ini menciptakan siklus yang baik terhadap permintaan baja yang lebih banyak.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017