Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menyampaikan dakwaan dan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk dua tersangka pemberi suap kepada mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dalam kasus dugaan suap terkait uji materi.

"Ya benar hari ini kami sudah sampaikan dakwaan dan berkas perkara pada Pengadilan Tipikor Jakarta untuk dua tersangka dalam kasus indikasi suap pada hakim Mahkamah Konstitusi, yaitu Basuki Hariman (BHR) dan Ng Fenny (NGF)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.

Febri menyatakan KPK masih menunggu jadwal sidang untuk dua tersangkan itu dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

"Nanti kami akan infokan untuk jadwal persidangan tersebut," kata Febri.

Sementara untuk dakwaan, kata Febri, tentu saja karena posisi dua tersangka itu sebagai pihak pemberi ada sejumlah pasal yang disangkakan terhadap mereka.

"Apakah pasal secara alternatif atau subsideritas tentu saja sebaiknya nanti pada dakwaan dibacakan dan bisa disampaikan pada publik," ucap Febri.

Sebelumnya, Patrialis dan orang kepercayaannya yang juga menjadi tersangka, yaitu Kamaludin dalam kasus tersebut akan segera disidang.

"Benar, untuk dua orang tersangka dalam kasus indikasi suap terhadap hakim MK terkait perkara judicial review, hari ini dilakukan pelimpahan tahap 2. Penyidik akan menyerahkan tersangka dan berkas ke penuntutan dan dalam waktu dekat persidangan akan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/5).

Artinya JPU KPK punya waktu maksimal 14 hari untuk membuat dakwaan sebelum dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat.

Sebelumnya, dua tersangka pemberi suap kepada Patrialis Akbar juga akan segera disidang.

"Hari ini dilakukan pelimpahan tahap dua untuk Basuki Hariman (BHR) dan Ng Fenny (NGF) dalam kasus indikasi suap terhadap Hakim MK terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. Kami limpahkan dari proses penyidikan ke penuntutan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (18/5).

Febri mengatakan persidangan terhadap dua tersangka pemberi suap Patrialis itu direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.

Perkara No 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.

UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor CV Sumber Laut Perkasa.

Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

(T.B020/T007)

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017