Banjarmasin (ANTARA News) - Bunyi petasan kembali terdengar pada malam pertama Ramadhan 1438 Hijriah atau Jumat malam di Kota Banjarmasin, ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

Namun bunyi petasan itu sehabis shalat Maghrib atau sebelum shalat Isa serta pelaksanaan peribadahan malam Ramadha 1438 H yaitu shalat Tarawih hingga tadarusan Al-Quran.

Pemain petasan itu rata-rata anak-anak usia sekolah dasar ke bawah, yang mereka dapatkan cara membeli sendiri atau orangtuanya yang membelikan.

Sebelumnya anggota Komisi IV Bidang Kesra DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) KH Abdul Syukur Al Hamidy meminta aparat berwenang agar lebih menertibkan petasan dan kebut-kebutan di provinsinya.

"Apalagi saat Ramadhan 1438 H perlu penertiban petasan dan kebut-kebutan yang biasa marak ketika bulan puasa," ujar sang kiyai itu menjawab Antara Kalsel.

Menurut alumnus Pondok Persantren Darul Ulum Kandangan, ibukota Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalsel itu, bunya petasan yang terdengar pada malam hari Ramadhan tersebut cukup mengganggu kekhusukan pelaksanaan ibadah.

Selain itu, permainan petasan tersebut berdampak terhadap ketidaknyamanan dan ketertiban umum, tutur wakil rakyat asal daerah pemilihan (dapil) Kalsel I/Kota Banjarmasin dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Begitu pula kebut-kebutan oleh kalua muda, seperti Ramadhan di Banjarmasin, bukan saja menimbulkan kebisingan atau mengganggu pendengaran, tetapi bisa berdampak buruk terhadap orang lain.

Pasalnya kebut-kebutan itu di jalan umum/jalan raya, seperti pada Jalan A Yani sekitar Komplek Dharma Praja, serta Jalan Pengeran Hidayatullah - Banua Anyar Banjarmasin.

Oleh sebab itu, perlu upaya pencegahan yang lebih intensif dengan melibatkan berbagai pihak/elemen masyarakat, misalnya melalui ceramah/khotbah dari para dai (juru dakwah) atau ulama.

Selain itu, penindakan tegas serta memberikan sanksi hukum berat terhadap mereka yang menjual atau bermain petasan, serta kebut-kebutan di jalanan umum/jalan raya, lanjutnya.

Sebagai dorongan/dukungan moril dalam penertiban petasan dan kebut-kebutan itu, menurut dia, ada baiknya pula kalau Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat fatwa tentang petasan dan kebut-kebutan tersebut.

"Karena pada dasarnya petasan dan kebut-kebutan tersebut dapat mendatang mudarat, baik bagi orang lain maupun diri yang bersangkutan sendiri. Oleh sebab itu wajar ada larangan serta sanksi berat terhadap pelaku," tuturnya.

Kiyai yang sering memberi pencerahan agama Islam dari masjid ke masjid di "kota seribu sungai" Banjarmasin itu juga mengajak orangtua/keluarga agar senantiasa/terus memberikan arah pendidikan yang benar terhadap anak-anaknya.

"Karena tanggung jawab untuk menghindari perbuatan tercela atau melanggar hukum, bukan semata-mata pada aparat penegak hukum, tetapi juga dari keluarga, lingkungan dan sekolah," demikian Abd Syukur Al Hamidy.

(T.KR-SKR/H005)

Pewarta: Sukarli
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017