Beijing (ANTARA News) - China "sangat tidak puas" dengan penyebutan massalah Laut China Timur dan Selatan dalam pernyataan Kelompok Tujuh (G7), dan sekutu G7 harus berhenti mengeluarkan pernyataan tidak bertanggung jawab, kata juru bicara kementerian luar negeri China.

China bertekad menyelesaikan perselisihan dengan negara terlibat dengan benar melalui perundingan sambil menjaga perdamaian dan ketenangan di Laut China Timur dan Laut China Selatan, kata juru bicara Lu Kang dalam pernyataan pada Minggu.

China berharap G7 dan negara lain menahan diri, menghormati sepenuhnya upaya negara di kawasan sengketa untuk menangani perselisihan, dan berhenti membuat pernyataan tidak bertanggung jawab, kata Lu, seperti dilaporkan Reuters.

Dalam pernyataan pada Sabtu, pemimpin G7 mengatakan prihatin dengan keadaan di Laut Cina Selatan dan China Timur. Mereka juga menyerukan demiliterisasi "kawasan sengketa".

China berselisih dengan Jepang atas sekelompok pulau tidak berpenghuni di Laut China Timur.

Klaim luas Beijing terhadap Laut China Selatan juga ditentang oleh Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam, serta Taiwan.

Amerika Serikat telah mengkritik pembangunan yang dilakukan China di pulau itu dan pembangunan fasilitas militer di Laut China Selatan, khawatir mereka bisa digunakan untuk membatasi pergerakan bebas dan memperluas jangkauan strategis Beijing.

Pada awal pekan ini, sebuah kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat melakukan apa yang disebut sebagai latihan kebebasan navigasi di dekat Mischief Reef yang terletak dalam kawasan sengketa Kepulauan Spratly.

Keputusan itu, yang pertama di bawah pemerintahan Trump, memicu sebuah respons marah dari Beijing.

G7 terdiri atas Amerika Serikat, Prancis, Kanada, Jerman, Inggris, Italia dan Jepang.

Sebelumnya, China dan negara Asia Tenggara telah menyetujui kerangka kerja untuk kode etik di Laut China Selatan guna meningkatkan upaya mengurangi ketegangan di jalur laut bersengketa tersebut.

China dan ASEAN mengharapkan kerangka kerja tersebut disetujui pada tahun ini, setelah 15 tahun rancangan tersebut dibuat.

Beberapa diplomat ASEAN menyatakan keprihatinannya mengenai sikap China, apakah tulus atau apakah ASEAN memiliki pengaruh cukup untuk membuat China berkomitmen pada seperangkat peraturan.

Beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Vietnam dan Filipina, serta Amerika Serikat, menyatakan keprihatinannya terhadap yang mereka lihat sebagai militerisasi China di Laut China Selatan, termasuk membangun landasan udara di pulau buatan.

Setelah pertemuan antara pejabat China dan ASEAN di kota Guiyang di China, Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa kerangka kerja tersebut telah disepakati, walaupun tidak memberikan rincian isinya.

Perundingan tersebut dilakukan secara terus terang dan mendalam serta menghasilkan pencapaian positif, demikian disebutkan dalam sebuah pernyataan tertulis.

Semua pihak menjunjung tinggi kerangka kerja peraturan kawasan untuk mengelola dan mengendalikan perselisihan, untuk memperdalam kerja sama maritim praktis, untuk mempromosikan konsultasi mengenai kode tersebut dan bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas Laut China Selatan", tambahnya.

Wakil Menteri Luar Negeri China Liu Zhenmin mengatakan kerangka kerja itu komprehensif dan mempertimbangkan kekhawatiran semua pihak.

Tapi, dia meminta pihak asing tidak ikut campur, pesan secara jelas ditujukan ke Amerika Serikat.
(Uu.G003)


Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017