Yerusalem (ANTARA News) - Pemerintah Israel menyetujui rencana pembangunan kereta gantung menuju ke Kota Tua Yerusalem, proyek yang kemungkinan akan memicu keberangan Palestina dan sebagian besar komunitas internasional.

Rencananya, bekas stasiun kereta api di Yerusalem barat akan dihubungkan dengan kereta gantung menuju Kota Tua di Yerusalem timur, yang diduduki Israel pada 1967 dan kemudian dicaplok dalam sebuah pergerakan tak diakui komunitas internasional.

Kereta gantung akan berhenti di gerbang masuk Dung Gate menuju ke Kota Tua di dekat Tembok Ratapan, membentang sepanjang 1,4 kilometer. Kereta diperkirakan mulai beroperasi pada 2021.

Dalam rapat khusus di Tembok Ratapan, kabinet menyetujui tahap pertama dari proyek yang diperkirakan berbiaya sekitar 200 juta shekel (sekitar Rp744,2 miliar) itu, menurut pernyataan dari Kementerian Pariwisata.

Rapat diadakan di lokasi tersebut -- salah satu yang tersuci dalam Yudaisme -- untuk memperingati perampasan Kota Tua itu 50 tahun lalu dalam Perang Enam Hari oleh Israel.

Status Yerusalem saat ini masih menjadi salah satu isu paling sensitif dari konfilik Israel - Palestina.

Israel menilai seluruh bagian Yerusalem sebagai ibu kota yang utuh, sementara orang-orang Palestina memandang Yerusalem timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

Proyek kereta gantung tersebut telah dibahas selama bertahun-tahun, di mana pejabat Israel mengatakan alat tranportasi itu diperlukan untuk mempermudah akses ke Tembok Ratapan yang ramai dikunjungi.

Pada tahun 2015, raksasa utilitas yang berbasis di Prancis, Suez Environtment, memutuskan untuk tidak ikut dalam proyek itu karena merasa sangat sensitif secara politik, demikian AFP.

Penerjemah: Try Reza Essra
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017