Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah RI saat ini sedang berupaya untuk menjadikan Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa periode 2019-2020.

Dewan Keamanan PBB memiliki dua macam keanggotaan, yaitu tetap dan tidak tetap. Anggota tetap terdiri atas lima negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, China, Rusia, dan Prancis.

Anggota tidak tetap DK PBB yang memiliki masa jabatan dua tahun terdiri atas 10 negara perwakilan dari lima kawasan.

Dari kawasan Asia-Pasifik, Indonesia akan bersaing dengan Maladewa untuk memperebutkan kursi perwakilan di DK PBB untuk periode 2019-2020. Kursi untuk kawasan Asia Pasifik saat ini diduduki oleh Malaysia dan Jepang.

Pemilihan anggota tidak tetap DK PBB itu akan berlangsung pada Juni 2018. Pemerintah RI optimistis dapat mengantar Indonesia meraih keanggotaan tidak tetap di Dewan Keamanan PBB.

Galang Dukungan
Pemerintah RI masih terus berupaya menggalang dukungan untuk pencalonan Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB.

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menggalang dukungan dilakukan melalui berbagai forum internasional, dan bahkan melalui media sosial.

"Kita terus berkampanye. Kalau dilihat di berbagai forum dan media sosial, kita sudah pakai logo untuk dukung Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir pada Kamis (23/5).

Indonesia, melalui delegasinya, mencari dukungan seluas mungkin dalam berbagai kesempatan.

"Kita berjuang untuk mendapat dukungan seluas mungkin di setiap kesempatan seperti pertemuan bilateral dan forum multilateral lewat delegasi Indonesia dan pasti menteri luar negeri juga," lanjutnya.

Arrmanatha menilai bahwa Indonesia jelas mempunyai modal untuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB selanjutnya karena Indonesia berkontribusi banyak dalam menjaga keamanan, stabilitas, dan perdamaian dunia.

"Seperti pada pasukan perdamaian kita yang aktif di PBB setiap tahunnya, itu bukti kontribusi kita di tingkat global," ungkapnya.

Indonesia berada pada peringkat ke-11 dalam daftar negara kontributor terbesar pasukan misi perdamaian PBB. Pemerintah Indonesia juga menargetkan untuk mengirim lebih banyak lagi personel pasukan perdamaian PBB dari Indonesia, yakni mencapai 4.000 personel hingga 2020.

Untuk berhasil menuju kursi anggota tidak tetap di DK PBB, Indonesia harus mendapat setidaknya dukungan dari 130 negara.

Wakil Tetap RI untuk PBB Dian Triansyah Djani mengemukakan bahwa dalam proses pemilihan anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia akan dinilai oleh negara anggota PBB lainnya dari berbagai aspek, seperti aspek ekonomi dan politik keamanan.

"Misalnya, semua negara akan melihat apakah Indonesia adalah negara yang ekonominya maju sehingga cukup mampu untuk memegang tanggung jawab yang besar di PBB. Itu menjadi salah satu penilaian bagi negara-negara lain dalam memilih," ucap Trian.

Contoh lain, apakah Indonesia cukup aman sehingga bisa berkonsentrasi untuk memegang posisi sebagai anggota tidak tetap DK PBB.

Kampanye untuk pencalonan Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 2019-2020 resmi diluncurkan Pemerintah RI saat Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, September 2016.

Pihak Perwakilan Tetap RI di PBB menunjukkan kemampuan Indonesia untuk menjadi anggota DK PBB melalui diplomasi dan keaktifan dalam berbagai forum PBB, dan salah satunya dengan cara memegang kepemimpinan dalam komite-komite PBB.

"Kami menunjukkan keterlibatan dan kepedulian terhadap isu-isu yang menjadi kepentingan negara anggota PBB," kata dia.

Menurut Trian, Indonesia termasuk negara yang cukup terpandang dalam isu-isu global.

Contohnya, Indonesia meratifikasi perjanjian mengenai perubahan iklim sebelum perjanjian itu mulai berlaku.

Hal itu, katanya, sangat dihargai oleh banyak anggota PBB dan menjadi nilai positif untuk pencalonan di DK PBB.

"Pada intinya, banyak upaya yang kita lakukan, namun semua kembali lagi kepada anggota PBB tersebut untuk melihat pada saatnya nanti untuk mendukung Indonesia atau tidak," lanjut Trian.

Peluang Besar
Bagaimana pun, Indonesia sebenarnya mempunyai peluang besar jika dilihat dari dua faktor penting, yaitu pengalaman dan dukungan dari negara-negara lain.

Dari segi pengalaman, Indonesia sudah memiliki pengalaman yang cukup karena pernah menjadi anggota tidak tetap DK PBB selama tiga periode, yaitu 1973-1974, 1994-1995, dan 2007-2008.

Selain itu, Indonesia sudah menghimpun banyak dukungan dari negara-negara anggota PBB lainnya. Hal itu membuat posisi Indonesia dalam pencalonan sebagai anggota tidak tetap DK PBB 2019-2020 semakin kuat.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi belum lama ini menyampaikan bahwa peluang Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB cukup besar.

"Dukungan sudah cukup banyak. Sudah lebih dari 100 negara. Potensinya ini besar sekali," ujar Menlu Retno saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Jumat (12/5).

Ada tiga bentuk dukungan yang diberikan kepada suatu negara untuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Pertama, dukungan timbal balik dari negara yang sebelumnya yang pernah didukung Indonesia dalam mendapatkan status keanggotaan DK PBB.

Salah satu negara yang memberi dukungan timbal balik kepada Indonesia adalah Chile.

Chile menyatakan mendukung Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Dukungan itu disampaikan langsung oleh Presiden Chile Michelle Bachelet saat bertemu Presiden Jokowi di Jakarta pada Jumat (12/5) lalu.

Menlu Retno menjelaskan dukungan Chile merupakan bentuk timbal balik karena Indonesia mendukung Chile pada periode sebelumnya.

Bentuk dukungan kedua adalah dukungan unilateral, di mana beberapa negara memberikan dukungan kepada Indonesia tanpa perjanjian apapun.

Selain itu, dukungan juga datang dari hubungan bilateral yang disampaikan melalui pernyataan lisan maupun tertulis.

Kampanye Indonesia untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB akan dilakukan dengan semakin gencar karena waktu pemilihan semakin dekat.

"Jadi Insya Allah tujuan Indonesia tercapai. Insya Allah," ujar Retno. 

Oleh Yuni Arisandy
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017