Saya kira KPK harus menelusuri dugaan keterlibatan pimpinan di Kemendes mulai dari sekjen (sekretaris jenderal) hingga menterinya."
Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus usut tuntas dugaan kasus suap Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Saya kira KPK harus menelusuri dugaan keterlibatan pimpinan di Kemendes mulai dari sekjen (sekretaris jenderal) hingga menterinya," kata Asep di Jakarta Senin.

Asep menyebutkan menteri dan sekjen secara struktural merupakan pejabat paling bertanggung jawab terhadap setiap keputusan pada lembaga kementerian.

Terlebih menurut Asep, salah satu tersangka kasus itu yakni Inspektur Jendral Kemendes PDTT Sugito sebagai Ketua Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) merupakan orang kepercayaan Menteri Desa PDTT Eko Sandjojo.

Asep menyayangkan keterlibatan pejabat eselon I Kemendes PDTT pada dugaan kasus suap itu karena lembaga itu menjadi kementerian andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mewujudkan program kerja Nawacita.

Asep menekankan Kemendes PDTT memiliki anggaran yang besar sehingga harus mendapatkan pengawasan agar tidak terjadi penyalahgunaan.

"Pengelolaan dana desa cukup besar sehingga perlu pengawasan yang ketat, ada pendampingan dana desa yang di pusatkan di kemendes namun bermasalah sehingga perlu penyelidikan hingga ke akarnya," ujar ahli hukum tersebut.

Sebelumnya, penyidik KPK mengungkap dugaan kasus suap pejabat Kemendes PDTT terhadap BPK terkait pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pengelolaan keuangan Kemendes PDTT anggaran 2016 pada Jumat (26/5).

KPK menetapkan empat tersangka dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) itu yakni Eselon 1 BPK atau Auditor Utama Negara III Rochmadi Sapto Giri (RS), Auditorat BPK Ali Sadli (AS), Inspektur Jendral Kemendes PDTT Sugito dan Eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo.

Atas perbuatan itu, Sugito dan Jarot Budi Prabowo yang diduga sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) hurub b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli yang diduga sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017