Jakarta (ANTARA News) - Megawati Soekarnoputri memang tidak lagi menjabat Presiden, tetapi bangsa ini patut bangga bahwa dia menjadi tokoh Indonesia pertama yang diterima oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-in yang baru terpilih menjadi kepala negara di Negeri Ginseng itu sejak 10 Mei lalu.

Wartawan Kantor Berita Antara Rangga Pandu Asmara Jingga pada Senin ini melaporkan dari Seoul bahwa Presiden kelima RI (2001-2004) Megawati Soekarnoputri diterima oleh Presiden Moon Jae-in, di "The Blue House" atau Gedung Biru Korea Selatan dalam sebuah kunjungan kehormatan.

Megawati berada di Korea Selatan pada 29 Mei hingga 2 Juni 2017 dengan agenda bertemu dengan Presiden Korea Selatan dan menghadiri sekaligus sebagai pembicara pada konferensi ke-12 "The Jeju Forum for Peace and Prosperity".

"The Blue House" atau "Cheong Wa Dae" merupakan kediaman dan kantor resmi Presiden Korea Selatan yang berlokasi di Seoul, Ibu Kota Korea Selatan, dan menjadi tempat resmi untuk menerima tamu-tamu kehormatan dan tamu negara. Disebut Gedung Biru karena atapnya berwarna biru.

Gedung itu awalnya bernama "Gyeongmudae" dan menjadi kediaman dan kantor resmi Presiden Korea Selatan saat Republik Korea Selatan berdiri pada 1948 dengan Presiden pertama Syngman Rhee.

Kemudian Presiden Yun Bo-seon mengubah nama gedung itu menjadi "Cheong Wa Dae" saat menjabat pada 1960.

Pada 1968, sejumlah penyusup Korea Utara memasuki gedung itu dan berusaha membunuh Presiden Park Chung-hee. Penyerbuan itu menewaskan 28 orang Korea Utara, 26 orang Korea Selatan, dan empat warga AS.

Hingga presiden terakhir sebelum Moon Jae-in, yakni Presiden Park Geun-Hye, menjadikan Gedung Biru sebagai kediaman dan kantor resminya.

Politisi senior PDI Perjuangan Herman Heri menyampaikan bahwa dalam pertemuan dengan Presiden Korea Selatan, Megawati menyampaikan dua hal. Pertama, dalam kunjungan ini Megawati bersama Moon Jae-in akan membahas peluang kerja sama dengan Korea Selatan. Megawati akan menyampaikan beberapa gagasan kerja sama dengan Korea Selatan di bawah pemerintahan Moon.

Kedua, Megawati sebagai Presiden kelima Republik Indonesia dan Ketua Umum PDI Perjuangan ingin memperjuangkan dan mengampanyekan perdamaian.

Megawati sebagai sosok yang bisa diterima Korea Selatan dan Korea Utara dapat berperan penting dalam mempercepat reunifikasi atau persatuan dua Korea.

Seusai bertemu Moon Jae-in, Megawati beserta rombongan akan bertolak ke Pulau Jeju untuk menghadiri konferensi ke-12 "The Jeju Forum for Peace and Prosperity". Pulau Jeju terletak sekitar 455 kilometer sebelah selatan Seoul. Korea merupakan semenanjung yang terdiri atas dua negara yang kerap bersitegang, yakni Korea Selatan dan Korea Utara.

Forum Jeju akan dihadiri ribuan politisi, akademisi, aktivis serta wartawan dari 70 negara. Peserta forum akan membicarakan upaya peningkatan kerja sama di bidang politik, ekonomi, keamanan, perubahan iklim dan juga isu regional lainnya.

Forum Jeju akan dihadiri sejumlah tokoh antara lain mantan Wapres AS Al Gore, mantan Presiden Portugal Anibal Cavaco Silva, dan mantan Presiden Mongolia Punsalmaagin Ochirbat.

Pertemuan kali ini akan banyak dihadiri pejabat tinggi Korea karena momentum ini dianggap penting untuk memformulasikan kebijakan keamanan dan luar negeri dua Korea yang sedang bertikai.

Presiden Korea Selatan baru terpilih 10 Mei yang lalu Moon Jae-in mengutus penasihat khusus presiden bidang unifikasi dua korea Moon Chung-in untuk mengikuti forum tersebut.



Doktor

Megawati cukup akrab dikenal di Korea, baik di Korea Selatan maupun di Korea Utara.

Ketua Umum PDI Perjuangan itu pada Oktober 2015 meraih gelar doktor honoris causa dari Korean Maritime and Ocean University di Busan, Korea Selatan.

Megawati saat menyampaikan pidato akademiknya menyinggung perang Korea 1950-1953 yang membuat Korea terpecah menjadi Korea Selatan dan Korea utara. Indonesia memiliki hubungan bilateral yang panjang dan harmonis, baik dengan Korea Selatan dan Korea Utara, sehingga posisi Indonesia tersebut dapat menjadi potensi penting untuk reunifikasi Korea.

Putri Bung Karno itu bahkan siap memfasilitasi perdamaian kedua negara. Ketika itu Megawati mengatakan kesiapannya untuk melayani sebagai jembatan yang menghubungkan jalan bagi solusi damai untuk konflik Korea yang telah berjalan cukup lama.

Megawati prenah menceritakan setidaknya telah lebih dari tiga kali melawat ke Korea Utara dan selalu disambut hangat oleh rakyat negeri demokratik itu. Hal itu tak lepas dari persahabatan yang baik antara ayahnya, Bung Karno, dengan Presiden Kim Il-sung selama masih menjabat.

Kim pernah ke Indonesia pada 13 April 1965 dan diberikan cenderamata anggrek dengan nama "Kimilsungia" yang membuat Kim tersanjung dan mengundang Bung Karno ke Pyongyang. Megawati yang masih remaja saat itu mengikuti rombongan ayahnya. Megawati juga bertemu Kim Jong-il, putra Kim Il-sung, yang juga pernah menjadi pemimpin Korea utara pada 1997-2011.

Saat Megawati menjadi Presiden RI, Megawati juga pernah berkunjung ke Korea Utara pada 28-30 Maret 2002, dalam serangkaian lawatan ke Tiongkok, Korea Utara, Korea Selatan, dan India.

Ia disambut hangat oleh rakyat Korea Utara, bahkan dengan sejumlah lagu-lagu nasional, seperti Halo-Halo Bandung, Bagimu Negeri, dan Nyiur Melambai. Ketika itu dia mengadakan pertemuan dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-Il dan Presiden Presidium Majelis Tertinggi Rakyat Kim Yong Nam.

Kim Jong-Il memberikan penghormatan khusus kepada Megawati dengan mendatangi langsung delegasi Indonesia yang menginap di Wisma Negara Paek Hwa Non, Pyongyang, padahal Kim jarang mau menemui tamu negara Korut ke wisma itu kecuali tamu negara yang menemui Kim di tempat yang telah ditentukan.

Presiden Megawati ketika itu juga menerima anugerah bintang kelas satu dari pemerintah Korea Utara yang disematkan oleh Kim Yong Nam.

Presiden Megawati saat itu juga mengimbau pemerintah Korea Utara membuka dialog dengan Korea Selatan untuk mewujudkan perdamaian kedua negara bagi reunifikasi bangsa Korea. Dengan demikian, perdamaian di antara negara-negara semenanjung itu akan bermanfaat untuk kawasan Asia Pasifik. Indonesia juga membuka diri untuk menjadi penengah bagi upaya perdamaian antarkedua negara itu.

Pada 30-31 Maret 2002, Presiden Megawati mengunjungi Korea Selatan dan diterima Presiden Kim Dae Jung ketika itu di "The Blue House".

Kedua kepala negara membicarakan berbagai isu, termasuk situasi politik Semenanjung Korea. Hasil lawatan ke Korea Utara juga disampaikan kepada Presiden Korea Selatan serta berbagai upaya untuk meningkatkan hubungan bilateral dan kerja sama dalam wadah internasional.

Korea Utara dan Korea Selatan, misalnya, menjadi negara mitra di ASEAN Regional Forum.

Sementara itu kehadiran Megawati pada forum tahunan di "The Jeju Forum for Peace and Prosperity" juga untuk menyampaikan berbagai hal terkait kerja sama internasional di berbagai kawasan di Asia. Forum ini diselenggarakan oleh lembaga kajian "Jeju Peace Institute".

Forum yang diadakan pada 31 Mei hingga 2 Juni 2017 itu bertema "Sharing a Common Vision for Asias Future" yang dihadiri ribuan peserta dari 70 negara terdiri atas politisi, birokrat, diplomat, akademisi, wirausaha, dan para wartawan serta perwakilan lembaga internasional. Terdapat 71 sesi pertemuan dalam forum tersebut

Gubernur Jeju Won Hee-Ryong selaku Ketua Panitia Pelaksana menyebutkan bahwa berbagi visi merupakan upaya yang diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan internasional.

Selain Megawati, Al Gore, Anibal Cavaco Silva, dan Punsalmaagin Ochirbat, sejumlah tokoh juga akan berbicara dalam forum itu seperti para mantan Menteri Luar Negeri yakni Mary Natalegawa (Indonesia), George Yeo (Singapura), Gareth Evans (Australia), dan Nyamosor Tuya (Mongolia).

Sejumlah duta besar yang bertugas di Korea Selatan juga akan menjadi pembicara seperti Charles Hay (Inggris), James Choi (Australia), Vikram Kumar Doraiswami (India), Yang Houlan (Sekjen Sekretariat Bersama Trilateral China, Jepang, dan Korsel), Yasumasa Nagamine (Jepang), Marc Knapper (Charge dAffaires Kedubes AS di Seoul).

Oleh Budi Setiawanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017