Yereven (ANTARA News) - Sambil memainkan gawai, Ny. Elizabeth Mahdessian (37 tahun) dengan sabar menunggui anak sulungnya Phillips Chercian (6 tahun) belajar catur di sebuah ruangan di Rumah Catur Tigran Petrosian di Yerevan, Ibu Kota Armenia, beberapa waktu lalu.

Nama klub catur tersebut diambil dari nama mantan juara dunia Tigran Petrosian, salah satu pecatur kebanggaan Armenia.

Ia sengaja memilih duduk menunggu di ruang sebelah agar konsentrasi anaknya tidak terganggu saat belajar catur dengan seorang guru yang sudah berusia sekitar 80 tahun.

Di sekolah catur itulah, Phillips diperkenalkan dengan dasar-dasar bermain catur secara ilmiah, tidak hanya sekadar mengenal istilah "raja", "gajah", atau "pion".

Wanita keturunan Suriah itu mengakui bahwa Phillips ingin berlatih catur atas keinginan sendiri, bukan karena paksaan dari dia atau suaminya.

Selain belajar catur, Phillips juga berlatih karate dan bahkan pernah meraih gelar juara di sebuah kompetisi kelompok usia di Yerevan, Ibu Kota Armenia.

Berlatih catur dan belajar karate, menurut Elizabeth, adalah sebuah perpaduan sempurna. Karate bagus untuk kemampuan bela diri dan juga untuk meningkatkan kondisi fisik, sementara catur untuk mengasah kecerdasan, membentuk karakter dan disiplin.

"Saya tidak akan berhenti mendukung Phillips untuk meraih sukses di cabang catur. Siapa tahu dia nanti bisa menjadi juara dunia," kata Elizabeth sambil tersenyum.

Sementara itu di ruangan lain yang lebih besar, Serzh Sargsyan yang juga berusia enam tahun, dengan tekun memperhatikan notasi di papan catur, mengikuti petunjuk pelatih. Nama bocah pendiam itu kebetulan persis sama dengan nama presiden Armenia yang juga Ketua Persatuan Catur Armenia.

Berbeda dengan Phillips, Serzh datang ke klub catur tersebut bersama teman-teman sekolahnya.

"Sekarang memang lagi liburan sekolah, jadi banyak anak-anak sekolah yang datang untuk berlatih atau sekadar bermain," kata Mikayel Andriansyan, pengurus klub Chess House yang juga menjabat sebagai Sekjen Federasi Catur Armenia saat menerima kedatangan Antara.

Dengan ramah, Mikayel mengajak Antara untuk berkeliling di seluruh gedung berlantai tiga yang dibangun pada 1970 tersebut.

Di dinding tangga menuju lantai dua, terdapat beberapa foto pecatur dunia, di antaranya Garry Kasparov, Anatoly Karpov, Viswanathan Anand, Victor Korchnoi dan Bobby Fischer.

Di lantai tersebut, terdapat ruang besar dengan ratusan meja catur yang sering menjadi ajang kejuaraan dunia bergengsi.

Hiasan raksasa di dinding berupa berbagai lukisan klasik yang penuh dengan gambar bidak catur memperlihatkan bahwa catur sudah menjadi bagian dari budaya dan filosofi, tidak sekadar permainan.

Begitu pentingnya catur dalam kehidupan masyarakat, Pemerintah Armenia sejak 2011 memasukkan olahraga itu sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dasar pemerintah, yaitu untuk kelas dua, tiga dan empat.

"Catur untuk pendidikan dan pendidikan untuk catur," kata Mikayel mengutip motto yang mereka pakai di Rumah Catur tersebut.

Bagi masyarakat Armenia, catur sangat baik untuk mengembangkan berbagai ketrampilan, mulai dari kapasitas kepemimpinan, pengambilan keputusan, penyusunan strategi, berpikir logis dan tanggung jawab.

Pemerintah Armenia pun tidak main-main dalam mendukung program pendidikan catur dengan memberikan lebih dari tiga juta dolar AS untuk peralatan dan proses belajar di sekolah di seluruh Armenia.

Sebagian besar anggaran tersebut dialokasikan untuk melatih para pemain agar bisa menjadi guru atau pelatih yang berkualitas. Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah bantuan tersebut diperkirakan akan terus meningkat.

Langkah Armenia menjadikan catur sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dasar juga menarik perhatian negara lain untuk mencoba, seperti Moldova, Ukraina dan Spanyol.

Bahkan sekolah-sekolah Inggris, AS, Swiss, India, Rusia dan Kuba sudah lama menawarkan catur sebagai mata pelajaran, meski bukan wajib.

Armen Sarkissian, mantan Perdana Menteri Armenia pada 1990-an, seperti yang dikutip Aljazeera, pernah menyampaikan pengalaman pribadi tentang permainan catur di negaranya.

"Saya mempunyai seorang cucu berusia dua tahun dan salah satu boneka yang dia miliki adalah papan catur. Catur sangat bagus untuk melatih konsentrasi, disiplin, kemampuan untuk menganalisis taktik dan strategi. Jadi pada intinya catur sangat penting," katanya.

Sarkissian juga belajar catur sejak masih kecil dan sering membuat jengkel orang dewasa yang menjadi lawan mainnya karena kalah dari anak kecil.

"Ketika masih sangat muda, saya ingat kami mempunyai seorang tetangga, pensiunan yang bermain catur bersama saya. Ketika itu saya meladeninya sambil bermain dan disuapi," kata Sarkissan.

Begitu populernya permainan catur di Armenia, pecatur nasional mereka pun diperlakukan sebagai selebritis, anak-anak remaja ingin berfoto bersama mereka. Kalau di sepak bola, mereka ibarat David Beckham di sepak bola.

Ketika grandmaster Tigran Petrosian (juara dunia dari 1963-1969) meraih gelar untuk pertama kalinya, secara spontan masyarakat pun menggelar perayaan di seluruh negeri dan menempatkannya layaknya seorang pahlawan nasional.

Ketika itu, tidak banyak cara yang bisa dilakukan untuk memperlihatkan kebanggan nasional karena mereka dibawah kekuasaan Uni Soviet. Tapi bagi rakyat Armenia, kemenangan itu adalah kemenangan seluruh bangsa. Rakyat turun ke jalan, menyanyi dan berdansa. Semua berjalan secara spontan dan tidak ada yang mengatur.

Garry Kasparov, mantan grandmaster Uni Soviet yang dianggap sebagai salah satu pemain terbaik dunia, sebenarnya keturunan Armenia. Nama belakangnya sebenarnya adalah Gasparyan, yaitu nama klasik Armenia yang biasanya berakhiran "ian" atau "yan".

"Saya bangga dengan Armenia. Saya berharap suatu hari saya juga bangga melihat Armenia di sektor lain. Saya ingin Armenia menjadi lebih baik di bidang ekonomi, industri dan budaya, sebagaimana halnya di bidang catur. Memang dibutuhkan kerja keras, pengabdian dari rasa cinta," kata Sarkissan.

Kebanggaan bangsa Armenia saat ini sudah bertambah, tidak hanya didominasi catur dan artis AS Kim Kardashian, tapi juga melalui bintang sepak bola Manchester United, Henrikh Mkhitaryan.

Oleh Atman Ahdiat
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017