Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia memproyeksikan ekonomi global tahun ini bisa tumbuh sampai 2,7 persen dengan dukungan membaiknya kinerja manufaktur dan perdagangan, meningkatnya kepercayaan pasar serta harga komoditas yang stabil.

"Sudah terlalu lama kami melihat pertumbuhan yang rendah menghambat kemajuan dalam pengentasan kemiskinan, jadi sangat menggembirakan melihat tanda-tanda bahwa ekonomi global semakin menguat," kata Presiden Kelompok Bank Dunia Jim Yong Kim dalam siaran pers kelompok itu pada Senin.

Kim mengatakan pemulihan yang sedang berlangsung termasuk rapuh tapi nyata, dan negara harus memanfaatkan kondisi ini untuk melakukan reformasi kelembagaan dan pasar yang bisa menarik investasi swasta guna mempertahankan pertumbuhan jangka panjang.

"Negara-negara juga harus melakukan investasi pada sumber daya manusia dan membangun ketahanan terhadap tantangan yang tumpang tindih, termasuk perubahan iklim, konflik, pemindahan paksa, kelaparan, dan penyakit," katanya.

Laporan terbaru Bank Dunia yang berjudul Global Economic Prospect menyatakan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju akan meningkat 1,9 persen tahun ini, dan akan membawa keuntungan pada mitra dagang negara-negara tersebut.

Dengan peningkatan kondisi internasional yang didukung membaiknya pembiayaan global dan stabilnya harga komoditas, pertumbuhan ekonomi negara berkembang secara keseluruhan pada 2017 akan meningkat menjadi 4,1 persen dari 3,5 persen di 2016 menurut Bank Dunia.

Pertumbuhan di pasar tujuh negara berkembang terbesar di dunia diproyeksikan meningkat dan melampaui rata-rata jangka panjangnya pada 2018.

Aktivitas pemulihan di ekonomi negara-negara tersebut akan membawa dampak positif signifikan bagi pertumbuhan di negara berkembang lainnya.

Namun ada risiko bagi proyeksi ini, karena rencana pembatasan kegiatan perdagangan bisa menggagalkan pulihnya kinerja perdagangan global. Selain itu, ketidakpastian kebijakan secara terus-menerus bisa menghambat kepercayaan dan investasi.

Laporan Bank Dunia juga menyoroti kekhawatiran tentang meningkatnya utang dan defisit di pasar yang sedang tumbuh serta negara berkembang karena meningkatkan kemungkinan kenaikan suku bunga tiba-tiba atau kondisi pinjaman yang lebih berat yang bisa menyebabkan gangguan.

Pada akhir 2016, utang pemerintah melampaui situasi pada 2007 sebesar lebih dari 10 persen terhadap PDB di lebih dari setengah pasar yang sedang tumbuh serta negara berkembang dan neraca fiskal memburuk dari kondisi pada 2007 sebesar lebih dari lima persen terhadap PDB di sepertiga negara-negara tersebut.

"Berita yang meyakinkan adalah bahwa perdagangan mulai pulih. Yang membawa kekhawatiran adalah investasi tetap lemah. Kami mengalihkan prioritas untuk melakukan pinjaman ke proyek-proyek yang dapat memacu investasi lanjutan oleh sektor swasta," tambah Kepala Ekonom Bank Dunia Paul Romer.

Titik terang dalam prospek ini adalah pemulihan pertumbuhan perdagangan menjadi pada kisaran empat persen pasca krisis finansial dengan titik terendah sebesar 2,5 persen pada 2016.

Bank Dunia dalam laporannya juga menyoroti kelemahan utama perdagangan global yaitu adanya perdagangan antar perusahaan yang tidak terhubung melalui kepemilikan.

Perdagangan melalui jalur alih daya telah melambat jauh lebih tajam daripada perdagangan antar perusahaan dengan kepemilikan yang sama dalam beberapa tahun terakhir.

Kondisi tersebut mengingatkan pentingnya jaringan perdagangan global yang sehat bagi perusahaan yang kurang terintegrasi dan merupakan mayoritas perusahaan.

"Setelah pelambatan yang berkepanjangan, percepatan aktivitas di beberapa pasar yang sedang tumbuh merupakan perkembangan yang disambut baik untuk pertumbuhan di wilayah mereka dan ekonomi global," kata Direktur Prospek Ekonomi Pembangunan Bank Dunia Ayhan Kose.

Saat ini, menurut Bank Dunia, merupakan waktu yang tepat bagi pasar negara maju dan negara berkembang untuk menilai kerentanan dan memperkuat penyangga kebijakan untuk melawan berbagai guncangan yang dapat merugikan.


Pewarta: Satyagraha
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017