Tantangannya yang terbesar bagaimana membawa Pancasila itu nilai luhur turun ke bawah, terutama sila kelima."
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) Ahmad Syafii Maarif (Buya Maarif) mengakui untuk merebut kepercayaan publik terhadap Pancasila melalui UKP PIP menjadi tantangan yang harus dihadapi.

"Ini berat ya. Bagaimana merebut kepercayaan publik kembali kepada lembaga ini. Kan sudah tiga kali," ujarnya, usai pelantikan Dewan Pengarah UKP PIP di Istana Negara Jakarta, Rabu.

Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah itu menimpali, "Dulu zaman Bung Karno ada namanya indoktrinasi tentang Tubapi, gagal. Kemudian, P4 gagal. Ini yang ketiga. Ini harus berhasil. Kalau tidak berhasil, menurut saya, kasihan negara ini."

Pendapat Buya Maarif itu berkaitan dengan lembaga sejenis UKP PIP, yakni Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (Tubapi) yang dibentuk Presiden RI periode 1945--1966 Soekarno (Bung Karno), kemudian kegiatan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4) oleh Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dibentuk Presiden RI periode 1966--1998 Soeharto.

Buya Syafii Maarif pada hari ini diambil sumpah jabatannya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Dewan Pengarah UKP PIP bersama dengan delapan anggota Dewan Pengarah lain dan seorang orang Ketua Eksekutif UKP PIP.

Ia juga mengakui bahwa UKP PIP belum membuat strategi khusus untuk melaksanakan tugasnya.

"Tantangannya yang terbesar bagaimana membawa Pancasila itu nilai luhur turun ke bawah, terutama sila kelima. Soalnya ketimpangan sosial kita tajam sekali. Ini yang menurut saya penting sekali untuk melawan radikalisme segala macam itu. Ini dulu," katanya.

Sila kelima Pancasila adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia, menurut dia, sejak Indonesia merdeka belum dikerjakan secara penuh dalam strategi pembangunan nasional.

"Pemerintah masih berusaha. Memang pemerintah yang pokok, kita membantu saja toh? Ini kan unit kerja, ya kita membantu Presiden, memberi masukan kepada Presiden nanti. Jadi, yang kita rapat mungkin sekali sebulan, bertemu Presiden tiga bulan sekali. Itu menurut Keppres yang baru itu," ujarnya.

Buya Maarif juga menegaskan bahwa diskusi dan berbeda pendapat penting untuk menentukan arah kebijakan UKP PIP.

"Nanti kita bicara dulu. Diskusi dulu. Berkelahi dulu gitu loh. Tapi, kami belum bertemu, Harus rapat dulu, baru kita menentukan," ungkapnya.

Selain Syafii Maarif, anggota Dewan Pengarah UKP PIP adalah Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6 Jendral TNI (Purn) Try Sutrisno, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Muhammad Mahfud MD, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj.

Kemudian, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pendeta Andreas Anangguru Yewangoe, Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dan Ketua Umum Majelis Buddhayana Indonesia sekaligus CEO Garudafood Group Sudhamek.

Selaku Kepala UKP PIP adalah cendekiawan yang juga penulis Buku Negara Paripurna, Yudi Latief. Yudi saat ini juga menjabat Direktur Eksekutif Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Pancasila.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017