Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyepakati perjanjian pengaturan pajak serentak atau Multilateral Instrument on Tax Treaty (MLI), di Paris, Perancis, yang akan diikuti oleh 98 negara.

"MLI merupakan modifikasi pengaturan tax treaty secara serentak, sinkron-simultan dan efisien, tanpa melalui proses negosiasi bilateral," kata Sri Mulyani dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta, Kamis.

Sri Mulyani mengatakan sebanyak 68 negara telah menandatangani perjanjian ini dan akan diikuti 30 negara lain, sehingga dapat membantu Indonesia dalam mengamankan penerimaan pajak melalui pencegahan berbagai bentuk penghindaran pajak.

"Mencegah penghindaran pajak dalam bentuk penyalahgunaan tax treaty, penghindaran yang dilakukan Bentuk usaha tetap dengan memecah fungsi organisasi, memecah waktu kontrak, rekayasa kontrak, rekayasa kepemilikan yang bertujuan menghindari kewajiban perpajakan di Indonesia," ungkapnya.

Ia menjelaskan, MLI merupakan upaya bersama secara global untuk mencegah praktik-praktik yang dilakukan wajib pajak atau badan usaha untuk mengalihkan keuntungan dan menggerus basis pajak suatu negara atau disebut sebagai "base erosion and profit shifting".

"Kita harus terus-menerus berjuang untuk memerangi penghindaran dan pengalihan pajak oleh pembayar pajak Indonesia, termasuk melalui pengumpulan informasi perpajakan, baik yang ada di Indonesia maupun yang ditempatkan dan disembunyikan di luar Indonesia," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 tahun 2017 yang dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Keuangan No 70 tahun 2017 untuk mendukung pelaksanaan pertukaran informasi secara otomatis.

Menurut Sri Mulyani, tanpa kerja sama internasional yang telah disepakati tersebut, para wajib pajak terutama golongan lima persen terkaya dan badan usaha, akan mudah menghindari kewajiban membayar pajak dan masyarakat kurang mampu tidak akan terbantu.

"Maka kita tidak akan mampu membangun sekolah, madrasah, dan pendidikan yang baik, tidak mampu membayar anggaran kesehatan yang cukup, tidak mampu membayar guru, polisi, tentara, hakim, tidak mampu membantu petani, nelayan, dan usaha kecil, dan Indonesia tidak mampu membangun infrastruktur, air bersih, jalan raya, listrik, pelabuhan," tambahnya.

(S034/A011)

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017