Jakarta (ANTARA News) - Pantun dan peribahasa kini bisa dipelajari dengan cara menyenangkan, yakni melalui komik berjudul "Peri Bahasa".

Komik karya Fachreza Octavio dan LSS ini menggambarkan sebuah dunia di mana bahasa memerankan peranan sangat penting, menguasai bahasa sama dengan menguasai dunia.

Dalam komik ini, Polisi Bahasa bertugas mengontrol penggunaan bahasa agar sesuai kaidah yang berlaku. Di sisi lain, ada sekelompok orang bernama Peri Basa yang menginginkan kebebasan berbahasa untuk mengekspresikan diri. Keduanya saling bertempur dengan senjata berupa peribahasa dan pantun, tulis Kosmik dalam siaran pers.



Misalnya, serangan peribahasa "Diikat Tali Sehasta" akan memunculkan  seutas tali lebar yang diarahkan pada suatu objek, melilit objek tersebut hingga tak dapat bergerak. Biarpun begitu, kekuatannya bervariasi tergantung penggunanya.

Peribahasa "Jahit Sudah, Kelindan Putus" bisa menghalau serangan peribahasa lain. Peribahasa ini artinya adalah sesuatu yang sudah habis sama sekali maupun selesai sepenuhnya. Maka, dalam pertarungan peribahasa ini membuat serangan lawan "selesai" hingga hilang.

Sementara itu, peribahasa "Kaca Dihempas Batu" membuat semua yang dikenainya pecah berkeping-keping seperti kaca. “Kaca dihempas batu” sendiri memiliki arti kesedihan atau kekecewaan yang mendalam.

Ada pula serangan "Kurang-Kurang Bubur, Lebih-Lebih Sudu" yang memperbesar dampak suatu serangan hingga berkali-kali lipat. Sesuai artinya, “Kurang-kurang bubur, lebih-lebih sudu” punya makna suatu masalah kecil yang menjadi besar.



Peribahasa "Seperti Sirih Pulang ke Gagang" artinya kembali ke asal, dalam komik ini jurus tersebut menetralisir efek kerusakan sehingga kembali seperti sediakala.

Salah satu peribahasa unik lain adalah "Delapan Tapak Bayang" yang diterjemahkan secara harafiah, yakni jurus mengeluarkan delapan kaki bayangan dari dalam tanah secara cepat. Arti sebenarnya peribahasa itu adalah istilah untuk menyebut pukul delapan pagi hari.

Ada juga "Karam di Darat", peribahasa yang melumerkan tanah yang dipijak hingga membuat orang yang ada di atasnya terjebak seperti masuk lumpur hisap. “Karam di darat” sendiri berarti terkena celaka di tempat yang seharusnya aman.

Komik Peri Bahasa dapat dibaca di KOSMIK Second Orbit yang dapat didapatkan di jaringan Toko Buku Gramedia dan Toko Online KOSMIK.ID.

(Baca juga: Komikus Sweta Kartika luncurkan kelanjutan komik Wanara)

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017