Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha Basuki Hariman disebut membayari tiket pesawat dan makan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar saat bermain golf di Batam, Kepulauan Riau.

"Saya terima uang karena sebelum pertemuan kami ada perbincangan dengan Pak Basuki bahwa saya ada rencana bermain golf di Batam, waktu itu ada kegiatan Pak Patrialis Akbar di Batam dan saya diperintahkan Pak Patrialis untuk bergabung main golf di sana," kata saksi Kamaludin dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Kamaludin menjadi saksi untuk terdakwa pemilik PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman dan General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny yang didakwa memberikan uang sejumlah 50 ribu dolar AS (sekitar Rp690 juta), Rp4,043 juta dan menjanjikan uang Rp2 miliar kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Kamaludin juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

"Tapi ternyata sampai di sana (Batam) sudah ada teman yang handle tapi saya gunakan untuk makan dengan Patrialis Akbar sejumlah Rp1,5 juta," tambah Kamaludin.

Sedangkan untuk ongkos golf, menurut Kamaludin, sudah dibayari oleh rekannya yang lain di Batam.

"Yang bermain ada saya dan Pak Patrialis golf itu, biasanya untuk biaya Pak Patrialis dan Pak Gozali biasa titipkan biayanya ke saya, sekitar 1 jutaan," ungkap Kamaludin.

Sebelumnya, Kamaludin sudah meminta uang dari Basuki pada 22 September 2016 di restoran Paul Pacific Place sebesar 20 ribu dolar AS untuk membayar biaya hotel, golf dan makan bersama Patrialis Akbar, Ahmad Gozali dan Yunas di Batam.

Selanjutnya, pada 13 Oktober 2016 bertempat di restoran di Hotel Mandarin Oriental, Kamaludin juga menerima sebesar 10 ribu dolar AS dari Basuki untuk biaya transportasi, akomodasi dan kegiatan golf Kamaludin, Patrialis Akbar, mantan Ketua MK Hamdan Zoelva dan Ahmad Gozali di Batam dan Bintan.

"Pada waktu itu saya mau golf juga di Pulau Bintan, untuk kegiatan itu saya minta dibantu untuk kegiatan saya sifatnya persiapan saja, Pak Basuki berikan bantuan tersebut tapi di Bintan ternyata sudah dipersiapkan oleh teman-teman Imigrasi di sana," ungkap Kamaludin.

Ia pun membantah uang itu digunakan untuk keperluan golf Patrialis.

"Seingat saya tidak ada untuk golf Pak Patrialis, biayanya tidak mahal-mahal biasanya saya hanya saya bayar makan untuk kepentingan bersama sekali," tambah Kamaludin.

Jadi dari uang yang diberikan Basuki, menurut Kamaludin ia hanya menggunakan 1.000-2.000 dolar AS termasuk untuk berbelanja.

Permainan golf itu terjadi pada Oktober yang dihadiri oleh Kamaludin, Patrilis Akbar, Hamdan Zoelva dan Ahmad Gozali, seorang konsultan pendidikan teman Kamaludin.

"Tiket pada waktu itu untuk pergi ditanggung Pak Gozali, sedangkan tiket pulang saya menghubungi Pak Said (PNS Imigrasi) lalu saya transfer ke Pak Said saya tanya kebutuhannya berapa sehingga dibelikan tiket untuk kembali kami, 4 orang pulang," ungkap Kamaludin.

Sedangkan sisa uang ia belikan untuk belanja perlengkapan golf miliknya.

Dalam dakwaan disebutkan Basuki memberikan uang kepada Kamaludin beberapa kali. Pertama adalah pada 22 September 2016 di restoran Paul Pacific Place sebesar 20 ribu dolar AS untuk membayar biaya hotel, golf dan makan bersama Patrialis Akbar, Ahmad Gozali dan Yunas di Batam.

Kedua, pada 13 Oktober 2016 bertempat di restoran di Hotel Mandarin Oriental sebesar 10 ribu dolar AS untuk biaya transportasi, akomodasi dan kegiatan golf Kamaludin, Patrialis Akbar, mantan Ketua MK Hamdan Zoelva dan Ahmad Gozali di Batam dan Bintan.

Ketiga, pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sebesar 10 ribu dolar AS untuk keperluan umrah.

Selain itu Basuki pun menjanjikan Rp2 miliar yang sudah ditukar menjadi 200 ribu dolar Singapura namun belum sepat diberikan kepada Patrialis.

Atas perbuatannya, Basuki dan Ng Fenny didakwa berdasarkan pasal 6 ayat (1) huruf a atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017