Jakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tengah mendorong transformasi perekonomian Indonesia dari berbasis komoditas ke manufaktur.

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, transformasi tersebut penting sebagai prasyarat Indonesia menjadi negara maju.

"Negara berbasis sumber daya alam tidak akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan rawan gejolak dibandingkan mengembangkan industri manufaktur," ujar Bambang dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Senin.

Bambang menuturkan, Indonesia sering kali terlena dengan beberapa kali booming harga komoditas sehingga belum fokus untuk memperkuat industrialisasi dan infrastruktur.

Pada era 1970-an, Indonesia mengalami surplus devisa dari oil boom, kemudian di masa 1980-an berganti menjadi hutan kayu, lalu sawit, dan batu bara pada periode 2010-an.

"Ketika terjadi booming komoditas minyak, kayu, dan sawit/batu bara, Indonesia mengekspor sebanyak-banyaknya, namun lupa dengan pengembangan infrastruktur dan manufaktur," ujarnya.

Bambang memaparkan, Indonesia pernah mengalami pertumbuhan ekonomi di atas delapan persen pada era 1990-an, tepatnya saat mulai melakukan industrialisasi. Rule of thumb (aturan berdasarkan pengalaman) negara industri adalah ketika porsi sektor manufakturnya berkontribusi sudah di atas 30 persen dari total PDB negara tersebut.

"Hal ini terjadi di tahun 1990-an ketika kita sedang berupaya mengejar 30 persen, sedangkan negara-negara seperti Korea Selatan dan Taiwan sudah di atas 30 persen. Kita, bersama dengan Malaysia dan Thailand, tengah berupaya menuju 30 persen sebelum krisis terjadi," kata Bambang.

Saat ini, sejalan dengan implementasi Nawa Cita, Pemerintah Indonesia fokus untuk menjaga komitmen untuk memperkuat industrialisasi yang berbasis manufaktur dan infrastruktur agar fenomena di atas tidak lagi terulang. Menurut Bambang, ekonomi Indonesia sudah saatnya meninggalkan pola pertumbuhan berbasis komoditas yang sejak dahulu menjadi tumpuan utama.

"Langkah Presiden Jokowi mendorong infrastruktur dan manufaktur sudah sangat tepat dan ini akan semakin didorong oleh pemerintah," ujar Bambang.

Kebangkitan sektor manufaktur diharapkan mampu mendukung kemandirian ekonomi dan penyerapan tenaga kerja sehingga perekonomian nasional tidak lagi tergantung sektor komoditas yang rentan terhadap fluktuasi harga serta gejolak ekonomi global. Industri manufaktur menjadi salah satu sektor yang diprioritaskan pemerintah saat ini.

"Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018, Bappenas sudah menetapkan tiga industri prioritas, yakni pertanian, pengolahan, dan pariwisata. Kenapa pengolahan? Karena kita konsentrasi terhadap kontribusi manufaktur terhadap PDB yang sejak krisis cenderung turun," katanya.

Pemerintah Indonesia juga tengah gencar membangun infrastruktur, antara lain pembangunan jalan hingga daerah terpencil, bendungan dan irigasi, rel kereta api, pelabuhan dan bandara yang tujuannya untuk meningkatkan konektivitas, mengurangi kesenjangan antarwilayah, mendukung keseimbangan pembangunan desa dan perkotaan, serta bisa menekan biaya ekonomi yang tinggi. Selain itu, pembangunan infrastruktur melibatkan sektor koperasi dan UMKM sehingga terjadi pemerataan hasil pembangunan.

Dengan disematkannya peringkat investment grade pada Indonesia, Bambang menuturkan akan ada arus investasi potensial senilai 100-200 miliar dolar AS yang bisa masuk ke Indonesia. Potensi investasi tersebut harus bisa dimanfaatkan oleh industri manufaktur melalui penanaman modal langsung. Pemerintah juga terus memperbaiki tingkat kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia yang saat ini sudah membaik dari peringkat 106 pada 2016 menjadi peringkat 91 pada 2017.

Industri manufaktur Indonesia harus disiapkan menjadi bagian dari pemasok kebutuhan global. Indonesia harus masuk ke dalam sistem perdagangan dunia dan mengikuti kebutuhan manufaktur dunia, hingga akhirnya mampu menjadi bagian dari supply chain global.

"Caranya, dengan memfokuskan sektor manufaktur Indonesia agar mampu memproduksi barang-barang yang dibutuhkan oleh pasar global dengan menjaga kualitas terbaik," ujar Bambang.

Lebih lanjut, Bambang menegaskan, suatu negara baru bisa menjadi negara industri manufaktur yang tangguh kalau kuat di dua industri dasar, yakni industri besi baja dan industri petrokimia. Selain itu, beberapa sektor manufaktur yang bisa dikembangkan, di antaranya adalah manufaktur berbasis sumber daya alam, manufaktur penyerap angkatan kerja, manufaktur yang berorientasi pada konsumsi consumer goods, dan otomotif.

Pemerintah Indonesia optimistis sektor industri mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 16,57 juta pada Februari 2017 atau naik 600 ribu dibandingkan posisi Februari 2016. Sedangkan, kontribusinya terhadap PDB pada triwulan I-2017 mencapai 20,47 persen. Industri manufaktur (pengolahan) tumbuh 0,91 persen atau menjadi sumber pertumbuhan tertinggi yang diikuti pertanian, kehutanan dan perikanan.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017