Jadi kalau nanti ada yang percaya datanya nanti bocor, yang menilai bukan kami tapi OECD. Kami sudah dinyatakan layak terbang dan bisa ikut di AEOI."
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir dengan data informasi keuangan nasabah yang wajib dilaporkan oleh bank ke Ditjen Pajak.

"Tidak perlu worry lah ya karena ada tata caranya soal siapa yang boleh akses, minta, dan gunakan datanya untuk apa. Tidak serta merta ada rekening debit atau kredit, langsung dipajaki. Pajak tidak seperti itu, harus dianalisis dulu," ujar Ken di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa.

Ken menuturkan, dalam waktu dekat akan ada peraturan Direktur Jenderal Pajak terkait tata cara pengelolaan data informasi keuangan dari perbankan tersebut.

Oleh karena itu, ia mengharapkan tidak akan ada kekhawatiran yang berlebihan dari masyarakat terutama terkait ada kemungkinan bocornya data tersebut.

"Nanti akan ada peraturan Dirjen tentang tata cara yang boleh akses dan minta, jadi tidak bisa ujug-ujug minta data tersebut," kata Ken.

Sementara itu, terkait kesiapan dari sisi teknologi informasi (IT) sendiri, Ken mengklaim IT di Ditjen Pajak sendiri telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kerja untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

"Jadi kalau nanti ada yang percaya datanya nanti bocor, yang menilai bukan kami tapi OECD. Kami sudah dinyatakan layak terbang dan bisa ikut di AEOI," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang menetapkan batas minimum saldo wajib dilaporkan Rp200 juta.

Peraturan tersebut dikeluarkan sebagai tindak lanjut penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Namun, beberapa hari kemudian pemerintah merevisi batas minimum nilai saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan lembaga keuangan secara otomatis kepada Direktorat Jenderal Pajak dari semula Rp200 juta menjadi Rp1 miliar. Keputusan itu diambil setelah memperhatikan masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan agar kebijakan itu lebih mencerminkan rasa keadilan.

Selain itu, revisi tersebut dilakukan agar kebijakannya menunjukkan keberpihakan terhadap pelaku usaha mikro, kecil dan menengah serta memperhatikan aspek kemudahan administratif bagi lembaga keuangan untuk melaksanakannya.

Dengan perubahan batasan minimum menjadi Rp1 miliar tersebut, maka jumlah rekening yang wajib dilaporkan adalah sekitar 496 ribu rekening atau 0,25 persen dari keseluruhan rekening yang ada di perbankan saat ini.

Pemerintah menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu resah dan khawatir karena penyampaian informasi keuangan tersebut tidak berarti uang simpanan nasabah akan serta merta dikenakan pajak. Tujuan pelaporan informasi keuangan ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap sesuai standar internasional, sehingga Indonesia dapat berpartisipasi dalam pertukaran informasi keuangan dengan negara lain.

Pemerintah telah memberikan ketegasan dan menjamin kerahasiaan data masyarakat yang disampaikan lembaga keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Bagi pegawai pajak yang membocorkan rahasia wajib pajak atau menggunakan informasi tersebut untuk tujuan selain pemenuhan kewajiban perpajakan, dikenakan sanksi pidana sesuai UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017