Jakarta (ANTARA News) - Aturan lelang gula kristal rafinasi dinilai justru akan menimbulkan harga yang lebih tinggi dan belum tentu mampu mencegah rembesan gula yang seharusnya untuk industri tersebut dijual untuk konsumsi masyarakat umum.

"Dulu transaksinya bebas antara pemasok dengan konsumen. Transaksi langsung," kata Wakil Ketua Badan Pertimbangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Iwantono Sutrisno, di Jakarta, Selasa malam, mengenai Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 684/M-DAG/KEP/5/2017 tentang Penetapan Penyelenggara Pasar Lelang Gula Kristal Rafinasi (GKR).

Ia mengatakan jika pembelian melalui badan lelang yang telah ditetapkan pemerintah maka ada tambahan biaya lelang untuk setiap kg gula yang dilelang. Ini tentu akan menyebabkan harga yang lebih mahal, dan pada akhirnya tentu akan dibebankan pula ke konsumen akhir.

"Sistem ini menyebabkan ekonomi biaya tinggi," kata mantan Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha ini. Belum lagi, setiap peserta lelang harus menyiapkan dana jaminan untuk mengikuti lelang yang tentu akan menyulitkan industri kecil yang keperluannya tidak besar.

Mengenai seringnya terjadi kebocoran gula rafinasi yang seharusnya untuk industri namun justru sering langsung dijual sebagai gula konsumsi, Iwantono mengatakan, sistem ini juga belum tentu akan berhasil mencegah walau akan ada semacam stempel atau barcodenya. "Bisa saja pemenang lelang lalu menjualnya sebagai gula konsumsi," kata Iwantono.

Ia mengatakan untuk mencegah rembesan maka yang diperlukan adalah pengawasan yang lebih ketat terhadap distribusi gula rafinasi tersebut. "Sitem pengawasan yang perlu dibenahi," katanya.

Iwantono mengatakan nilai lelang gula rafinasi ini memang sangat menggiurkan karena kebutuhannya cukup tinggi. Ia menyarankan perdagangan gula rafinasi ini lewat perdagangan bebas saja namun pengawasannya diperketat.

Pewarta: Unggul Tri Ratomo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017