Jakarta (ANTARA News) - Rapat Panitia Kerja (Panja) A Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Rabu, menyepakati sejumlah asumsi dasar ekonomi makro yang akan menjadi dasar penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN 2018.

Asumsi dasar ekonomi makro tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang telah disepakati dalam rapat kerja di Komisi VII dan Komisi XI DPR RI.

Asumsi makro itu antara lain pertumbuhan ekonomi 5,2 persen-5,6 persen, laju inflasi 2,5 persen-4,5 persen, tingkat bunga SPN 3 bulan 4,8 persen-5,6 persen dan nilai tukar rupiah Rp13.300 per dolar AS-Rp13.500 per dolar AS.

Kemudian, harga ICP minyak 45 dolar AS-55 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 771 ribu-815 ribu barel per hari dan lifting gas bumi 1.194 ribu-1.235 ribu barel per hari setara minyak.

Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Badan Anggaran Said Abdullah mengusulkan rentang asumsi harga ICP minyak yang lebih lebar dari yang disepakati dalam Komisi VII sebesar 45 dolar AS-50 dolar AS per barel.

Menurut dia, asumsi harga ICP minyak bisa berada pada kisaran 45 dolar AS-55 dolar AS per barel karena harga minyak dunia saat ini rata-rata diatas 50 dolar AS per barel.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara tidak mempermasalahkan adanya permintaan atas perubahan rentang harga ICP minyak karena perkembangan global bisa berubah secara dinamis.

"Dalam pembahasan pendahuluan ini, asumsi makro masih fleksibel sambil melihat perkembangan hingga Juli," kata Suahasil yang hadir mewakili pemerintah dalam rapat Panja A ini.

Sementara itu, nilai tukar rupiah ditetapkan sedikit lebih kuat pada kisaran Rp13.300 per dolar AS-Rp13.500 per dolar, untuk mengantisipasi perkembangan kebijakan moneter di Amerika Serikat.

Asumsi nilai rupiah ini mengalami perubahan, dari sebelumnya pada kisaran Rp13.500 per dolar AS-Rp13.800 per dolar AS, setelah melalui pembahasan di Komisi XI.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan kondisi pergerakan rupiah di 2018 akan dipengaruhi oleh kemungkinan kenaikan suku bunga acuan dari Bank Sentral AS (The Fed).

"AS akan terus menaikkan suku bunga sampai ke level normal, karena suku bunga pada 2009-2015 sebesar 0,25 persen sangat rendah untuk stimulus. Ini akan kembali normal, ke satu persen diatas inflasi AS," kata Mirza.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017