Jakarta (ANTARA News) - Prestasi anak-anak muda dan generasi milenial Indonesia sangat luar biasa, menjanjikan harapan bagi bangsa ini. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang berbasiskan anak muda menggelar diskusi Solidarity Lecture di “basecamp” Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI di Jakarta, Jumat.

Diskusi bertajuk “Mencari Indonesia: Kisah Para Milenial” ini menghadirkan sejumlah bintang tamu. Mereka adalah pendiri aplikasi laporan warga Qlue Rama Raditya, ki dalang muda Gibran Nicholau Papadimitriou, dan wakil bupati termuda di Indonesia dari Trenggalek Mochamad Nur Arifin. Diskusi dipandu oleh kader perempuan milenial PSI Tsamara Amany.

"Apa yang saya kerjakan sebelumnya tidak membawa dampak besar bagi Indonesia," kisah Rama tentang keputusannya meninggalkan zona nyaman di dunia korporat. Rama merasa adanya kesempatan untuk mengubah Indonesia, ketika melihat persoalan di Jakarta. “Belum ada platform untuk menghubungkan komunikasi pemerintah dengan warga,” tutur Rama dalam keterangan persnya,

“Motivasi saya menjadi dalang untuk meluruskan masyarakat Indonesia,” kata Gibran penuh percaya diri. Pelajar kelas 10 SMA yang baru menginjak usia 15 tahun ini mulai belajar wayang sejak 2013. Orang tua dan teman-teman mendukung minat Gibran mendalang, ketika kebanyakan rekan-rekan sebayanya lebih suka ngeband.

“Di Instagram saya isinya wayang semua, saya coba mengakses media sosial yang disukai anak muda,” lanjut Gibran. Hal yang menarik bagi Gibran, dalam cerita pewayangan tidak ada karakter yang sempurna. “Dasamuka atau Sengkuni yang diasosiasikan dengan sifat-sifat jahat pun saya sukai, tidak ada yang baik seluruhnya ataupun bengis seluruhnya,” ungkap Gibran.

Sosok anak muda yang paling menyedot perhatian adalah Arifin, yang meraih jabatan wakil bupati pada usia 25 tahun. “Benar kata Pak Ahok, menjadi pejabat itu artinya mendaftar jadi pembantu rakyat banyak,” kata Arifin. Sebagai pembantu, lanjut Arifin, harus bertanya kepada juragan apa yang diinginkan. “Lewat musrenbang, buat prioritas pembangunan,” tutur Arifin.

“Bagaimana meyakinkan warga tentang politik kekuasaan, saya sudah bergerak dua tahun sebelumnya,” kisah Arifin tentang upayanya maju ke pentas Pilkada bersama calon bupati Emil Dardak. “Saya membuat demplot, pertanian organik, mendorong petani membentuk koperasi, membuat festival nelayan,” ungkap Arifin. Semua terukur melalui survei, kata Arifin.

Penulis buku Bung Karno “Menerjemahkan Al-Quran” (2017) ini menekankan pentingnya integritas. “Umat Islam percaya seruan Nabi karena sebelumnya dikenal sebagai Al-Amien, orang yang tidak pernah berbohong,” kata Arifin. Meskipun isteri bupati artis sinetron, tetapi warga lebih ingin didengar. “Safari Ramadhan saya ke mesjid bareng warga,” kata Arifin.

Seperti halnya Nabi berhijrah, Arifin memutuskan meninggalkan Surabaya dan bertarung di daerah kecil Trenggalek. “Di Surabaya sudah banyak tokoh, lebih menarik berjuang di Trenggalek, uang tidak ada, banyak sengsaranya, akses masih sulit,” ujar Arifin. Prinsipnya, dalam berjuang, mau jadi apapun, harus jelas niatnya, pungkas Arifin.

Acara diskusi ditutup dengan pagelaran wayang kulit oleh ki dalang Gibran, mengambil lakon Wisanggeni yang menghilang dan membangun kerajaan Nuswabawana. “Perlambang bagi anak muda yang berani mendirikan partai baru,” kata Gibran. Karakter PSI cocok dengan sosok Antasena, berani menggugat siapapun kalau berbuat salah, dewa sekalipun, tutur Gibran.

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017