Jakarta (ANTARA News) - Warih Andang Tjahjono sejak 1 April 2017 dipercaya memegang tongkat kepemimpinan di perusahaan manufaktur otomotif, PT Toyota Motors Manufacturing Indonesia (TMMIN), sebagai Presiden Direktur, menggantikan pendahulunya Masahiro Nonami.

ANTARA News pada Senin (12/6) lalu berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan pria yang sebelumnya menduduki jabatan sebagai Wakil Presiden Direktur TMMIN sejak 2014 itu.

Warih merupakan orang lokal pertama yang dipercaya memimpin pabrik Toyota di wilayah Asia Pasifik.

Berikut adalah petikan tanya jawab mengenai pandangan Warih terhadap Indonesia sebagai basis ekspor, strategi peningkatan kinerja ekspor Toyota Indonesia serta tanggapannya mengenai usulan Gaikindo terkait pajak sedan.

Sebagai orang lokal pertama yang dipercaya memimpin pabrik Toyota di Asia Pasifik, bagaimana melihat keunggulan dan peluang Indonesia sebagai basis ekspor?

Jadi sebenarnya, salah satu ya, kita itu punya resource, orangnya banyak. Sumber daya alam banyak. Orangnya banyak bisa dilihat dari dua sisi, yakni pertama marketnya pasti besar, kemudian tenaga kerjanya banyak. Yang kedua resources-nya besar, itu meng-create industrinya akan punya potensi besar. Karena semua material yang dibutuhkan semua industri, bukan cuma otomotif, tapi yang lain misal elektrik juga, kita punya semua. Tinggal industri hulunya mau jalan atau tidak. Kita mau jualan raw material atau mau jualan barang yang sudah jadi. Itu tantangan kita.

Potensinya besar banget, market-nya juga besar. Nah market itu saya selalu ngomong, kita mau jadi market aja atau kita mau mengisi market itu. Kalau jadi market aja ya gampang, tinggal tidur saja. Tapi kalau mau ikut mengisi market ya industrinya harus kuat. Potensinya besar. 

Kita itu di Toyota global sudah nomor empat terbesar dunia dalam hal domestic sales. Bayangkan nomor empat dunia di bawah Amerika, Jepang, China. Tanpa tiga negara itu, kita nomor satu di Asia dan dunia. Padahal market otomotif total kita masih di kisaran satu juta unit. Dan baru dengan densitas 86 orang punya mobil per 1.000 orang. Kalau nanti ada 500 per 1.000 orang punya mobil, itu berarti kan sudah empat juta unit pasar otomotifnya, itu nanti kita sudah tidak punya kapasitas. Bangun pabrik lagi bangun pabrik lagi. 

Makanya seperti yang selalu saya omongkan kita harus ikut serta mengisi potensi. Jangan sampai kita menjadi menonton. Untuk itu industri harus kuat. Supaya industri kuat, ya... investment harus bagus, joint-ventures segala macem, ekonomi kita harus bagus, orangnya harus siap, pasarnya harus bagus.


Bagaimana dengan dukungan pemerintah?

Pemerintah juga harus gitu. Coba diingatkan bersama nih. Karena semua negara juga berlomba2 untuk menarik investasi. Ada dua hal yang harus diperhatikan.

Pertama, bonus demografi kita sampai dengan 2030, artinya kita punya SDM yang kuat. Salah satu kuncinya 2030 pencapaian ekonomi harus maksimum baik itu pendapatan per kapita maupun aspek lainnya, karena setelah bonus demografi selesai kondisinya akan mendatar. Makanya naiknya harus kwenceng, tinggi setinggi-tingginya. Kalau naiknya pelan-pelan ya segitu saja hasilnya.

Yang kedua, investment. Semua negara itu berlomba menarik investor, termasuk negara-negara maju, seperti Jerman. Jerman itu kalau tidak salah tahun 2016 menurunkan corporate income tax dari 40 persen ke 15 persen. Singapura itu 22 persen. Kita itu 30 persen loh. Jerman saja langsung 15 persen, kenapa? Dia ingin menarik investor. 

Jadi tidak ada waktu lagi, saingannya bukan lagi dengan negara-negara Asia-Afrika, Eropa juga. Pak (Donald -red) Trump juga toh. Jadi semua thinking of way-nya sama semua, menarik investor semua. Kita juga demikian, pemerintah, harus cepat-cepat menjadi negara yang terpilih untuk menjadi area penanaman modal. Itu kuncinya.

Semua negara berlomba-lomba. Haruslah diperhatikan. Policy, regulasi, benefit itu harus lah diperhatikan. Bukan hanya harus ada, tetapi harus better. Better than Thailand, better than India, harus gitu.


Bagaimana strategi TMMIN mendongkrak kinerja ekspor?

Sebenarnya sering kita bicarakan, ekspor itu berkaitan erat dengan daya saing industri. Aspek daya saing industri ada internal dan ada eksternal. Internal itu tugas dan homework kita, misalnya mengenai kualitas. Tapi kalau eksternal itu kerja pemerintah seperti policy dan infrastruktur, urusan logistik berikat, dwelling time, regulasi yang mendukung kemudahan ekspor-impor, sehingga daya saing industri indonesia ini makin baik.

Market-nya tumbuh lah, ada beberapa market turun termasuk Middle East, tapi Asia naik, kemudian Central-South America juga tidak naik tapi market-nya stabil. Market-nya ada, kita harus berkompetisi dengan negara-negara eksportir yang lain.


Berapa persen pemanfaatan kapasitas pabrik-pabrik TMMIN saat ini?

Kita itu total kapasitas 250.000. Plant I itu 120.000, full bahkan pemanfaatannya lebih dari 100 persen, sekarang 140-150 ribu, Plant II itu baru 60 persen pemanfaatannya, jadi kami masih punya beberapa opportunity untuk fulfil market demand jika ada pertumbuhan.


Gaikindo beberapa waktu terakhir gencar sekali membicarakan soal bagaimana industri otomotif Indonesia belum bersentuhan dengan pasar Australia, karena terdapat perbedaan hasil industri di sini dengan kebutuhan pasar di sana. Gaikindo berusaha memecahkan persoalan itu dengan usulan menurunkan tarif PPnBM sedan, bagaimana pandangan Pak Warih dan TMMIN?

Sebenarnya tidak bisa langsung begitu ya.
Sebenarnya untuk menjadi export based country itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Export based country harus didukung semua infrastruktur yang ada, harus kompetitif lah dalam tanda kutip. Kompetitif itu bukan sekadar soal regulasi, tetapi industrinya harus kompetitif.

Salah satu titik tolak kita, "kalau lo mau bermain di global, lo domestiknya harus kuat". Tidak ada satu bisnis yang gimana ya, ada di Indonesia tidak ada domestik cuma ekspor aja, kalau ada kasih tahu saya. Bisnis yang kuat ekspornya maka domestiknya juga harus kuat. Itu pasti. Di manapun di dunia ini. 

Jadi regulasi, industri itu saling terkait. Apakah regulasi itu butuh? Ya butuh, tapi not a single way. Bukan hanya satu-satunya, harus diikuti berbagai area lainnya. Selain regulasinya bagus, infrastrukturnya juga bagus, logistiknya bagus, upstream industry-nya bagus, SDM-nya bagus, harus bareng-bareng itu. Gak ada balik tangan, gak bisa bukan gak ada.

Jadi kita harus secara konsisten fokus untuk membangun industri, tanpa indsutrinya kita tidak akan bisa ke mana-mana. Kita hanya akan jadi market aja. Industry is a key, plus berbagai regulasi. Tanpa industri tidak akan bisa.


Gaikindo menilai bahwa sedan di Indonesia belum kuat karena PPnBM mahal, maka jika penguatan menuju ekspor adalah penguatan domestik dan Gaikindo menilai penurunan tarif PPnBM sebagai jalan keluar, apakah itu memungkinkan?

Market itu gak bisa di-drive oleh manufaktur. Market itu di-drive oleh customer-nya sendiri. 

Indonesia itu termasuk market yang unik. Biasanya negara-negara maju itu indikasinya ada pergeseran ke sedan secara langsung. Kalau ada pergeseran pendapatan 5.000-6.000 USD per tahun, biasanya ada pergeseran dari commercial vehicle ke passenger car. Seperti itu termasuk di Malaysia dan Thailand.
 
Kita ini agak unik nih, kita udah agak 3.000-4.000 kok belum berubah-ubah ke sedan ya. Kalau saya sih jangan dipaksain lah. Gak bisa. "lu beli sedan dong". Ya gak bisa. Nanti mungkin ya.

Karena uniknya Indonesia, sekarang mungkin value-nya lebih banyak ke family oriented value. Tapi mungkin 5-10 tahun ke depan lebih modern. Misalnya juga dalam hal hubungan dengan keluarga, dulu seminggu gak ketemu Ibu aja kangen. Sekarang kita setahun sekali masih oke. 

Nanti kan begitu, tapi perlu waktu. Suatu saat market-nya akan kelihatan. Tidak bisa market-nya dipaksa. Mau di-nol-in juga gak bisa. Customer disuruh itu gak bisa. Customer is king. Customer makes choices
Nanti kita lihat saja seperti apa. Mungkin di Malaysia dan Thailand, pendapatan per kapita 6.000-7.000 USD pindah ke sedan. Tapi kalau Indonesia 6.000-7.000 mungkin masih MPV, mungkin kalau setelah 10.000 baru pindah ke sedan. Who knows that?! Itu keunikan pasar indonesia. Harus dilihat market-nya, kebijakannya juga harus cocok. 
Oleh
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017