Jakarta (ANTARA News) - Penyelenggara jaminan sosial (social security) dituntut kreatif melindungi pekerja usia muda (milenialis, kelahiran 1980-1995) kini mulai mendominasi dunia kerja agar terhindar dari risiko kerja, seperti kecelakaan dan jaminan hidup tenang di hari tua.

Siaran pers BPJS Ketenagakerjaan yang diterima di Jakarta, Minggu, dalam penyampaian pidato Agus Susanto, Dirut BPJS-TK yang juga Ketua (Chairman) Asian Workers Compensation Forum (AWCF) menyatakan pekerja milenial Asia berpotensi menjadi motor perekonomian dan sekaligus bonus demografi yang krusial ke depan.

Dia memaparkan perkembangan dunia kerja saat ini didominasi pekerja muda atau biasa disebut generasi milenial.

Para Milenialis kelahiran sekitar tahun 1980-1995 ini, memiliki cara pandang sendiri dalam dunia kerja, termasuk dalam perlindungan jaminan kecelakaan kerja.

Agus diundang sebagai pembicara dalam forum itu sebagai Chairman dari Asian Workers Compensation Forum (AWCF), organisasi penyelenggara jaminan kecelakaan kerja kawasan Asia.

European Forum menggelar forum internasional "Sustainable Working Life" di Stockholm, Swedia (16/06) yang menghadirkan perwakilan dari seluruh negara-negara penyelenggara jaminan kecelakaan kerja untuk membahas tantangan terkini termasuk perlindungan pekerja generasi milenial.

Agus menyatakan walaupun populasi pekerja milenialis di Asia berkembang pesat, perkembangan perlindungan jaminan sosial kepada mereka masih rendah, tertinggal dari negara Barat.

Karena itu, menurutnya, para penyelenggara jaminan sosial harus berusaha menarik mereka ke dalam sistem jaminan sosial, tentu dengan pendekatan yang sesuai dengan cara hidup dan kebutuhan mereka.

Semua ini dilakukan agar milenialis menyadari urgensi dari perlindungan jaminan sosial dalam kehidupan mereka.

"Untuk mendekati para milenialis ini, kita harus lebih kreatif dan menyesuaikan dengan dunia mereka. Media digital dan sosial media menjadi prioritas dalam edukasi kepada generasi ini. Sajikan informasi yang tepat untuk membuka mata dan menyajikan transparansi pada mereka. Bahkan kami sudah mengembangkan aplikasi yang dapat diakses para milenialis melalui smartphone mereka kapan saja," ujar Agus.

Dia juga menjelaskan pendekatan yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan antara lain berupa penyediaan manfaat sesuai dengan kebutuhan pekerja milenialis yang masih produktif bekerja, di luar manfaat jaminan sosial itu sendiri.

Manfaat tersebut terutama bertujuan mengurangi beban hidup mereka untuk kebutuhan pokok seperti pangan dan perumahan.

Kepada peserta forum, Agus memperkenalkan manfaat keseharian dalam bentuk pemberian diskon bagi para milenialis yang berbelanja pada mitra kerja sama. Saat ini lebih dari 500 mitra telah bekerjasama dalam program ini, dan akan terus bertambah.

Manfaat itu juga berupa pembiayaan kepemilikan rumah pertama yang murah dengan dukungan dari mitra perbankan.

Semua ini dikembangkan BPJS Ketenagakerjaan, sebagai salah satu bentuk daya tarik bagi pekerja milenialis, agar mereka mau bergabung dalam sistem jaminan sosial.

Agus juga mengingatkan peserta forum, untuk tidak melupakan para pekerja milenialis yang berpenghasilan rendah.

BPJS Ketenagakerjaan juga memperkenalkan sistem "crowdfunding" untuk donasi pembayaran iuran para pekerja tidak mampu sebagai bentuk intervensi sosial sampai mereka mandiri melalui Gerakan Nasional Peduli Perlindungan Pekerja Rentan (GN Lingkaran).

"Semoga program-program yang kami aplikasikan di Indonesia untuk pekerja milenialis dapat menjadi inspirasi bagi negara lain. Kami juga banyak belajar dari inovasi negara lain untuk meningkatkan kepesertaan dan pelayanan kepada seluruh pekerja, termasuk milenialis," demikian Agus.

Pewarta: Erafzon SAS
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017