Pekanbaru (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum menolak putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Provinsi Riau, yang hanya menjatuhkan vonis lima bulan penjara terhadap dua terdakwa kasus penyelundupan Trenggiling (Manis javanica) ke Malaysia.

"Tentu kami menolak vonis itu, kami pasti melakukan upaya banding. Vonis lima bulan itu jauh di bawah 2/3 tuntutan tiga tahun penjara terhadap terdakwa," kata Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Bengkalis, Robi Harianto, ketika dihubungi ANTARA di Pekanbaru, Rabu.

Sebelumnya, Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim DR Sutarno menjatuhkan vonis tiga bulan penjara kepada terdakwa Jhony Irawan dan Rohimin, di PN Bengkalis pada Selasa (20/6).

Hakim menyatakan kedua warga asal Provinsi Sumatera Selatan itu terbukti bersalah, karena terlibat penyelundupan 89 trenggiling ke Malaysia melalui Bengkalis, Provinsi Riau.

Namun, vonis hakim sangat jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang juga diketuai oleh Robi Harianto, yang meminta dua terdakwa divonis hukuman tiga tahun penjara. JPU menetapkan dakwaan primair Pasal 40 ayat (2) Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumbar Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke.1 KUHP. Dakwaan subsidair adalah Pasal 40 ayat (2) Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a UU No.5 tahun 1990, Jo. Pasal 21 Pasal 55 ayat (1) Ke.1 KUHP.

Robi mengatakan vonis terlalu rendah untuk kasus penyelundupan trenggiling, yang merupakan satwa dilindungi, akan menjadi perhatian khusus korps kejaksaan.

Bahkan, ia mengatakan Kejaksaan Agung membuat atensi khusus untuk kasus satwa yang dilindungi melalui pembuatan aturan khusus.

"Berkas penuntutan kasus trenggiling ini dibuat di Kejaksaan Agung. Kasus ini jadi perhatian," katanya.

Ia mengatakan, padahal JPU sudah memaparkan bukti-bukti di pengadilan mengenai keterlibatan terdakwa dalam jaringan internasional, bahwa trenggiling itu kuat dugaan digunakan sebagai bahan baku pembuatan narkoba jenis sabu-sabu.

Jaringan yang melibatkan terdakwa juga pernah menjalin komunikasi dengan jaringan Freddy Budiman, gembong narkoba kelas kakap yang dihukum mati pada 2016.

"Mungkin hakim tidak mengerti tentang bukti yang sudah disampaikan di pengadilan. Jaringan Freddy Budiman pernah kontak dia, dan diduga trenggiling itu untuk bahan utama sabu. Karena itu harga satu sisik trenggiling di luar negeri sangat mahal, mencapai lima dolar AS per sisik," katanya.

Kasus ini terungkap setelah Polres Bengkalis, Provinsi Riau, berhasil menggagalkan rencana penyelundupan 89 ekor trenggiling ke Malaysia pada 12 Februari 2017 di Kecamatan Siak Kecil.

Polisi menetapkan empat orang asal Kabupaten Musi Rawa, Provinsi Sumatera Selatan sebagai tersangka, yakni Jony (42), Rohmin (39), Fasko (49), dan Supriyono (32).

"Namun, baru dua orang yang dilimpahkan kasusnya ke Kejaksaan oleh Polres Bengkalis sampai sekarang," kata Robi Harianto.

Dalam pemeriksaan polisi, pelaku mengaku mengumpulkan trenggiling dari Sumsel, kemudian dibawa lewat jalur darat dengan dua mobil menuju ke pelabuhan tidak resmi atau "tikus" di Bengkalis untuk diselundupkan ke Malaysia.

Aksi mereka terbongkar karena kecurigaan petugas menyium bau amis dari dalam mobil, dan ketika diperiksa mobil tersebut penuh muatan trenggiling

Para tersangka ini dijerat Pasal 40 ayat (2) juncto Pasal 21 ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem.

Pewarta: FB Anggoro
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017