Kita juga harus melihat perlakuan yang kita anggap sangat diskriminatif di Eropa ..."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan Pemerintah RI akan berdialog dengan Parlemen Uni Eropa (UE) untuk mencegah tindakan diskriminatif terhadap kelapa sawit asal Indonesia.

"Kita masih perlu menyiapkan bahannya lebih luas karena tidak bisa bicara soal sawitnya saja," katanya seusai rapat koordinasi mengenai persiapan kunjungan ke Eropa di Jakarta, Kamis.

Rapat koordinasi ini membahas persiapan kunjungan kerja Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ke Eropa pada akhir Juli atau awal September 2017.

Darmin memastikan pembahasan mengenai larangan penggunaan produk sawit asal Indonesia sangat krusial dalam kunjungan kerja ini, karena tindakan larangan ekspor itu merugikan dan diskriminatif.

"Kita juga harus melihat perlakuan yang kita anggap sangat diskriminatif di Eropa, banyak tindakan-tindakan yang menurut kita, itu tidak patut dilakukan," katanya.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto menambahkan bahwa klarifikasi kepada Parlemen UE itu akan dilakukan untuk memberikan penjelasan terhadap pengelolaan komoditas kelapa sawit Indonesia.

Ia menjelaskan pembicaraan tersebut juga akan melibatkan para pimpinan eksekutif dari UE agar permasalahan larangan sawit ke Eropa menjadi lebih jelas.

Selain itu, koordinasi dengan parlemen Uni Eropa penting terkait penyelesaian perundingan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) antara Indonesia dengan UE.

"Tema selain sawit adalah pembahasan CEPA, karena pada akhirnya pembahasan CEPA membutuhkan keputusan parlemen. Jangan sampai itu diganggu parlemen," kata Airlangga.

Sebelumnya, delegasi Tim Komite Perdagangan Internasional (INTA) Parlemen UE itu mengunjungi Indonesia pada Mei 2017 untuk mendapatkan wawasan mengenai pengembangan kelapa sawit Indonesia.

Dalam kunjungan tersebut, delegasi Uni Eropa melakukan kunjungan ke perkebunan kelapa sawit di Riau serta melakukan pertemuan dengan pemerintah serta perwakilan dari parlemen.

Sewaktu melakukan kunjungan ke DPR, delegasi bahkan memberikan penjelasan bahwa resolusi Parlemen UE mengenai "Report on Palm Oil Deforestation of Rainforest" bersifat tidak mengikat dan tidak berkekuatan hukum tetap.

Juru bicara delegasi Parlemen UE Sajjad Karim mengatakan pertemuan dengan pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan dilakukan untuk menyelesaikan berbagai kesalahpahaman yang terjadi terkait pengelolaan industri kelapa sawit.

"Sudah terlihat jelas, ada kesalahpahaman yang perlu diluruskan dari perspektif kami, Uni Eropa, terhadap industri kelapa sawit di Indonesia. Kami mengharapkan kunjungan ini telah memberikan pencerahan dari sudut pandang Uni Eropa," katanya.

Karim mengharapkan pertemuan maupun berbagai diskusi yang telah dilakukan bisa menjadi landasan penting untuk mendorong penyelesaian perundingan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) Indonesia dengan UE.

Selama ini, Indonesia telah mengembangkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang dijalankan secara mandatory bagi seluruh perkebunan sawit, meski saat ini standar tersebut belum diakui secara internasional.

Para pelaku industri terus membuka diri untuk meningkatkan substansi dan pemanfaatan ISPO agar mendapat pengakuan dunia, terutama dari UE yang saat ini merupakan importir kelapa sawit terbesar kedua bagi Indonesia.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017