Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo menerima kedatangan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir beserta pengurus lainnya dalam silahturahmi Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah.

"Ini adalah menerima silahturahmi dari Pak Nasir dan kawan-kawan. Jadi ini atas permintaan mereka," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di sela-sela pertemuan Presiden dengan GNPF-MUI di Istana Merdeka Jakarta, Minggu.

Ketika menerima pengurus GNPF-MUI ini, Presiden didampingi Menko Polhukam Wiranto, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Pratikno mengungkapkan, saat acara Presiden dan Wakil Presiden menggelar "open house" yang diselenggarakan di Istana Negara, ia dihubungi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan keinginan Bachtiar Nasir dan kawan-kawan yang ingin menghadap Presiden.

"Tadi Pak Presiden saya laporin saat open house dan beliau mengatakan open house siapa saja kita tunggu," ungkap Pratikno.

Kata Pratikno, Menag berkonsultasi dengan Menko Polhukam selanjutnya menghubungi Bachtiar Nasir yang ingin menghadap Presiden.

"Beliau-beliau ini datangnya sudah jam 11 lebih dan Pak Presiden ada acara sawalan di Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri) jadi terlambat. Akhirnya pak Presiden kembali dari rumah Ibu Mega ke sini menerima silahturahmi dari Pak Nasir dan kawan-kawan," ungkap Pratikno.

Mensesneg menegaskan bahwa pertemuan ini hanya silahturahmi dalam acara "open house" yang diadakan Presiden menyambut Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah.

Ia mengaku GNPF-MUI meminta kepada Presiden untuk mendapat akses komunikasi dengan kepala negara.

Mensesneg juga mengungkapkan GNPF-MUI mendukung dan mengapresiasi kebijakan pembangunan bangsa yang dilakukan pemerintah.

Bahtiar Nasir didampingi Habib Muhsin Alatas (Ketua Umum FPI), Ustaz Muhammad Zaitun Rasmin (Wakil Ketua GNPF MUI).

Mereka diterima Presiden Jokowi di Istana Merdeka sekitar pukul 12.50 WIB dan keluar sekitar 13.20 WIB.

Hubungan kelompok

Sementara itu Pengurus GNPF-MUI  berharap agar hubungan kelompok tersebut dengan pemerintah dapat mencair usai Hari Raya Idul Fitri.

"Kami diterima Presiden dalam rangka silaturahim halal-bihalal hari raya Idul Fitri dan bagi kami, ini kesempatan dalam rangka momen halal-bihalal ini, hal-hal yang selama ini menjadi harapan kami jadi lebih cair suasananya karena terkait dengan suasana lebaran, beda dengan suasana demo," kata Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Minggu.

Bachtiar bersama dengan sejumlah pengurus gerakan tersebut antara lain M Kapitra Ampera Yusuf Muhammad Martak, Muhammad Lutfi Hakim, Habib Muchsin, Zaitun Rasmin dan Deni bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka setelah Presiden mengadakan "open house" bagi masyarakat.

Dalam pertemuan itu, Presiden, menurut Bachtiar menceritakan mengenai sejumlah program kerjanya.

"Presiden mengemban amanat yang cukup berat dan berusaha menjalankan setiap program-programnya dengan berbagai macam cara pandang, ada yang suka dan tidak suka," katanya.

Presiden, lanjutnya, juga mengutarakan keharusan konsisten dalam program yang dijalankannya dan harus berani mengambil risiko itu. 

"Kami mendapatkannya keberpihakan beliau untuk ekonomi kerakyatan adalah hal yang cukup bagus adalah bagaimana kita dengar sekian belas juta hektar tanah diperuntukkan untuk masyarakat," katanya.

Meski demikian, Bachtiar mengaku belum ada hal teknis yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut. Pertemeun tersebut menurut dia merupakan ajang silaturahim sekaligus membangun komunikasi untuk mencairkan suasana.

"Alhamdulilah cair sekali dan kami mulai saling mengerti dan memahami, teknis belum dibicarakan," tambah Bachtiar.

Pengurus GNPF-MUI Muhammad Lutfi Hakim yang ikut dalam silaturahmi tersebut mengakui bahwa sebelumnya ada praduga antara Presiden dan GNPF-MUI yang menghalangi komunikasi.

Melalui silaturahmi tersebut, menurut dia, berbagai praduga yang terbangun bisa lebur, sehingga mengetahui masing-masing pemikiran dan aspirasi yang dibawa. 

"Kami sepakat ke depan akan komunikasi lebih intensif lagi. Pemerintah dengan umat Islam juga tidak dalam suatu situasi berhadap-hadapan dalam konteks kebhinekaan, Pancasila, atau pun NKRI. Pak Presiden tidak memandang umat Islam seperti itu dan suasana itu yang ingin kita pelihara," kata Lutfi.

Berita ini telah diperbarui dengan keterangan dari GNPF-MUI 
(A038)

Pewarta: Joko Susilo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017