Kalau hilang nanti kita tidak ada jadi Indonesia, karena suku bangsa di Indonesia tidak boleh ada yang hilang."
Pontianak (ANTARA News) - Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Cornelis menegaskan bahwa tradisi permainan rakyat meriam karbit yang biasa mewarnai suasana Idul Fitri telah resmi menjadi warisan kesenian budaya Melayu di Kota Pontianak, sehingga tidak ada pihak lain yang bisa mengklaim.

"Setelah mendapat pengakuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai warisan budaya takbenda, Meriam Karbit yang menjadi salah satu ikon wisata kota Pontianak diharapkan go internasional," katanya di Pontianak, Minggu.

Dengan adanya pengakuan pemerintah terhadap kebudayaan Melayu menyangkut meriam karbit, menurut dia, tidak boleh lagi ada orang atau pihak lain yang mengklaim sebagai miliknya, selain orang Melayu Pontianak.

Dia mengatakan, selain permainan meriam karbit, salah satu masakan khas Melayu Pontianak bernama peceri nanas atau pecri nanas, yakni masakan gurih dari buah nanas, juga akan didaftarkan hak patennya oleh Pemerintah Kota Pontianak ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kalau sudah didaftar dan masuk dalam daftar Kementerian Hukum dan HAM menjadi trademark, maka itu tidak bisa lagi dikomplain atau diklaim oleh pihak manapun," tuturnya.

Sebagai wakil Pemerintah Provinsi Kalbar, dirinya sangat mengapresiasi adanya kegiatan Festival Meriam Karbit yang dilakukan dalam rangka menyambut Idul Fitri setiap tahunnya di Kota Pontianak, Ibu Kota Provinsi Kalbar.

Festival Meriam Karbit 2017 berlangsung saat malam takbiran, Sabtu malam (24/6) di Kota Pontianak, diikuti 44 kelompok dengan jumlah keseluruhan 259 meriam karbit.

Ia mengimbau agar tradisi meriam karbit menyambut Lebaran harus tetap ada dan jangan hilang tertelan zaman.

"Kalau hilang nanti kita tidak ada jadi Indonesia, karena suku bangsa di Indonesia tidak boleh ada yang hilang. Demikian juga kebudayaannya tidak boleh ada yang hilang, karena kita dibangun dari berbagai suku bangsa," demikian Cornelis.

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017