Jakarta (ANTARA News) - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dan perantara pemberi suap Kamaludin menggunakan kata sandi "eceran" dan "grosiran" untuk mendekati hakim MK lainnya.

Hal itu terungkap dalam sadapan percakapan telepon antara Patrialis Akbar dan Kamaludin pada 30 November 2016 yang diputar dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Berikut petikannya:

Patrialis: Ndak mau?

Kamaludin: he-eh, dia tahu katanya.

Patrialis: oh hah?

Kamaludin: Nggak mau kalau itu katanya.

Patrialis: yang itu yang grosiran itu kan?

Kamaludin: iya dia bilang gawat itu katanya (tertawa).

Patrialis: iya iya.

Kamaludin: bener (tertawa) iya.

Patrialis: iya memang.

Kamaludin: iya dia jangan jangan deh jangan bos jangan deh katanya (tertawa).

Patrialis: itu kan pedagang grosiran.

Kamaludin: betul betul pedagang ini. Pedagang enggak bukan partai kecil pasti ininya apa? Bukan partai kecil. Eee sendal jepit enggak mau dia.

Patrialis: enggak ada eceran enggak ada.

Kamaludin: enggak ada eceran grosir (tertawa).

Patrialis: ah terus antum udah temui adinda itu.

Kamaludin: oh belum. nanti jangan ana ada lagi ini temennya juga temennya dia ana utus dia aja jadi seolah olah enggak ada hubungan ama ana.

Patrialis: oh kalo gitu gini deh.

Kamaludin: hemmm.

Patrialis: Ana juga lagi pikirin deh.

Kamaludin: ah itu lebih...

Patrialis: Kalo ada pe...ada kalau enggak kita pakai pesawat lain juga boleh.

Kamaludin: boleh pesawat lain bos siap.

Patrialis: heem iya ane.

Kamaludin: mantap bos, antum di mana?

Patrialis: ane pikirin, ini udah mau pulang nih.

Kamaludin: Mau makan dulu enggak?

Patrialis: Kita abis makan nih hah.


Jaksa penuntun umum KPK Lie Putra Setiawan kemudian menanyakan maksud dari "grosiran" tersebut kepada Patrialis yang hadir dalam sidang.

"Apa maksud saudara mengatakan 'yang grosiran kan?'," tanyanya.

"Tidak paham saya, Pak Kamal yang menyampaikan," jawab Patrialis yang menjadi saksi dalam sidang tersebut.

"Yang grosiran itu itu adalah kata-kata saksi," tegas jaksa Lie.

"Berarti ada yang putus," jawab Patrialis.

"Apa rekamannya mau diulang?" tanya jaksa Lie .

"Artinya yang mengucapkan kalimat grosiran pertama itu adalah Pak Kamal, terus saya reflek itu bukan grosiran," ujar Patrialis menjawab.

Ketua majelis hakim Nawawi Pamolango kemudian menanyakan apa maksud grosiran itu, yang dijawab oleh Patrialis bahwa ia tidak begitu paham.

Jaksa Lie mengatakan bahwa pada menit pertama detik 54 percakapan, Patrialis menyebut "Itu kan pedagang grosiran".

"Ini kata-kata Anda, tetap tidak mengerti?" cecar jaksa Lie.

"Itu atas respon saya terhadap perkataan Pak Kamal," jawab Patrialis.

"Pada menit ke-2 detik ke-4 saudara mengatakan juga 'gak ada eceran', tetap tidak paham?" tanya jaksa Lie lebih lanjut.

"Kalau ada grosiran berarti eceran tidak ada," ujar Patrialis.

Selain tentang "grosiran" dan "eceran", jaksa juga menanyakan kepada Patrialis siapa "adinda" yang dimaksud dalam percakapan itu.

Patrialis mengatakan, "adinda" adalah Surya.

"Kenapa saudara Surya perlu dihubungi?" tanya jaksa Lie.

"Karena kan Pak Kamal menanyakan terus kepada saya, saya tidak bisa silakan saja," jawab Patrialis.

"Maksud saksi agar Kamaludin mempergunakan juga jasa Surya ini untuk menghubungi Suhartoyo?" ujar jaksa Lie, yang kemudian dibenarkan oleh Patrialis.

"Betul," jawabnya.

Lalu, jaksa mempertanyakan maksud percakapan menit ke-2 detik ke-28, di mana Patrialis mengatakan 'kalau ada ya ada, kalau enggak kita pakai pesawat lain juga boleh'.

"Saya tidak ingat itu yang mulia, mohon maaf," kata Patrialis membalas.

"Tapi pembicaran itu ada?" tanya jaksa Lie.

"Selama rekaman itu ada, pasti ada pembicarannya. Saya dari awal tidak membantah tapi ujungnya saya tidak pernah bicara masalah uang," jawab Patrialis.

Dalam sidang hari ini, Patrialis menjadi saksi untuk terdakwa Basuki Hariman dan Ng Fenny yang didakwa memberikan uang sejumlah 50 ribu dolar AS (sekitar Rp690 juta), Rp4,043 juta dan menjanjikan uang Rp2 miliar kepada Patrialis untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017