Jakarta (ANTARA News) - Badan Restorasi Gambut dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sepakat mempercepat restorasi di lima kabupaten dengan luas lahan gambut mencapai 848.325 hektare mulai tahun 2016 hingga 2020.

"Pemprov Sumatera Selatan sangat serius melaksanakan restorasi dan upaya menjaga lingkungan. BRG tidak memiliki satker (satuan kerja) di daerah karena itu nota kesepahaman ini memperkuat upaya restorasi gambut bersama-sama," kata Kepala BRG Nazir Foead usai menandatangani Nota Kesepahaman BRG dengan Pemprov Sumsel di Jakarta, Rabu.

Dengan kesepahaman ini secara administrasi akan mempermudah dan mempercepat kerja restorasi di provinsi yang tentunya akan dilakukan satuan kerja dari dinas-dinas terkait, lanjutnya. Dan secara otomatis mempercepat penyerapan APBN untuk restorasi gambut.

BRG yang melakukan perencanaan tentunya akan bekerja sama dengan mereka untuk pelaksanaan restorasi gambut di lapangan, mulai dari proses pembasahan dengan membangun sekat kanal hingga revegetasi.

Nota kesepahaman dengan sembilan poin utama ini bertujuan untuk mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan Restorasi Gambut di Provinsi Sumsel, di mana dalam penyusunan rencana BRG melakukan pendekatan menyeluruh dalam setiap Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) yang terbagi dalam Satuan Lahan Restorasi Gambut (SLRG).

Hal ini dilakukan agar prinsip keadilan terhadap pengaturan pembagian air (water balance), prinsip berbagi tanggung jawab dan berbasis ilmu pengetahuan dapat terlaksana. "Karena itu, perencanaan ini juga akan memetakan semua unit pengelola restorasi gambut (UPRG) yang merupakan pengelola kawasan," ujar dia.

Dalam nota kesepahaman sembilan poin utama yang disepakati antara lain untuk koordinasi dan perencanaan restorasi ekosistem gambut, pemetaan kesatuan hidrologis gambut, pelaksanaan konstruksi infrastruktur pembasahan gambut dan segala kelengkapannya, penataan ulang pengelolaan areal gambut terbakar, pelaksanaan sosialisasi dan edukasi restorasi gambut, pelaksanaan supervisi dalam konstruksi, operasi dan pemeliharaan infrastruktur di lahan konsesi, penelitian dan pengembangan secara terus-menerus untuk keperluan tata kelola kawasan hidrologis gambut dan pengembangan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi pada gambut dan pengembangan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi pada gambut untuk mendukung pengendalian perubahan iklim, serta monitoring dalam pelaksanaan restorasi gambut.

Untuk mempercepat pelaksanaan restorasi gambut, Nazir mengatakan secepatnya nota kesepahaman juga disepakati dengan enam provinsi lainnya yang menjadi area prioritas kerja BRG. "Kemungkinan yang paling dekat dengan Riau," katanya.

Gubernur Sumsel Alex Noerdin mengatakan total luas lahan gambut di provinsinya mencapai 1,2 juta ha dan ada ratusan ribu ha terbakar pada 2015 yang perlu direstorasi. Tidak cukup dana APBN dan APBD untuk merestorasinya, karenanya dukungan dari donor hingga investor sangat diperlukan.

Sumsel juga dibantu setidaknya lima negara sahabat dan sejumlah LSM untuk melaksanakan restorasi lahan gambut. Meski demikian, menurut dia, belum cukup untuk merestorasi seluruh lahan gambut yang ditargetkan di provinsi tersebut.

"Mudah-mudahan dengan nota kesepahaman ini bermanfaat untuk mengembalikan kondisi lahan di Sumsel. Jadi kita bisa wariskan lahan yang memang pantas diwariskan ke anak-cucu kita nanti," ujar dia.

Alex menegaskan hubungan kerja dengan BRG sudah bagus, dan dengan adanya nota kesepahaman tentu akan semakin kuat, tentunya dengan dukungan satker di provinsi.

"Kami bertekad tidak boleh lagi terbakar selanjutnya," ujar dia.

Selain dihadiri jajaran Pemprov Sumsel dan BRG, penandatangan nota kesepahaman juga dihadiri Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah, Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo dan perwakilan UNDP.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017