Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan Presiden Joko Widodo telah meminta Bappenas mengkaji secara mendalam dan komprehensif terkai rencana pemindahan ibukota negara.

"Kami diminta melakukan kajian lebih mendalam dan keinginannya kota yang dipilih mencerminkan model kota yang ideal untuk Indonesia," ujar Bambang seusai rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta, Rabu.

Pada akhir tahun ini, lanjut Bambang, Bappenas menargetkan akan merampungkan kajian dimaksud. Dengan selesainya kajian, maka persiapan-persiapan untuk merealisasikan rencana pemindahan ibukota bisa dilakukan.

"Jadi kalau kajian 2017 selesai, 2018 menteri PU akan menyiapkan detail engineering design-nya, kemudian persiapan-persiapan untuk pemindahan. Pemindahannya sendiri kan butuh waktu lama," kata Bambang.

Hingga saat ini, Bappenas memang masih mengkaji rencana pemindahan ibukota negara dari Jakarta ke wilayah baru di luar Pulau Jawa. Pemindahan ibukota negara memang harus dilakukan keluar Pulau Jawa mengingat ketersediaan lahan yang lebih memadai.


Kendati demikian, Bambang belum menyebutkan secara spesifik di mana lokasinya. Kalimantan disebut-sebut sebagai tempat tujuan pemindahan ibukota tersebut.

Sebelumnya Bambang sempat mengatakan, ada beberapa kota kandidat yang berpotensi menjadi ibukota baru. Dia mengakui salah satunya Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Munculnya nama Palangkaraya, sebagai kandidat ibukota baru, karena hal itu dulu pernah digagas oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Soekarno pernah mewacanakan agar ibukota dapat berpindah ke Palangkaraya, tepatnya pada 1950-an. Proklamator kemerdekaan tersebut bahkan pernah mengunjungi kota yang terletak di tengah Indonesia itu, untuk meninjau perkembangan kota yang dilintasi Sungai Kapuas tersebut.

Bambang mengatakan, saat ini Tim Bappenas sedang menganalisis kriteria wilayah, kemudian kesiapan dan ketersediaan lahan, hingga sumber pendanaan untuk pembangunan ibukota baru. Rencana pemindahan ibukota kembali muncul karena dinilai adanya kebutuhan pembentukan pusat ekonomi baru.

Pulau Jawa dianggap terlalu mendominasi kegiatan perekonomian Indonesia. Itu pun aktivitas perekonomian di Jawa lebih banyak terkonsentrasi di kawasan Jabodetabek atau DKI Jakarta, belum merata ke seluruh lapisan.

Bila rencana tersebut benar-benar terealisasi, lanjut Bambang, beban Jakarta yang kini dianggap terlalu berat, karena berperan ganda sebagai pusat pemerintahan, keuangan sekaligus pusat bisnis, dapat berkurang.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017